Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Sperma dan ovum dapat bergerak; apakah keduanya itu termasuk makhluk hidup?

Sperma dan ovum dapat bergerak; apakah keduanya itu termasuk makhluk hidup? Sperma dan ovum memang dapat bergerak, tetapi keduanya itu tidak dapat disebut makhluk hidup, karena sperma dan ovum tidak memiliki nama (batin/jiwa). Dalam Khama Bhumi 11 tidak ada sesuatu yang disebut makhluk tanpa memiliki nama (batin/jiwa). Sperma dan ovum adalah "rupa" (materi) yang disebut Utu (kelompok materi yang bertemperatur) yang timbul dari Lobahacittupada (gabungan lobhacitta dengan cetasika) yang dimiliki oleh pria dan wanita. Sperma dan ovum dapat bergerak karena kekuatan Vayo Dhatu (unsur angin/gerak) yang berada pada Rupa-Kalapa (kelompok materi). Seperti halnya cecak yang dipotong ekornya, ekor tersebut tetap bergerak atau bergoyang karena kekuatan Vayo Dhatu (unsur angin/gerak) yang berada dalam Rupa Kalapa (kelompok materi).

Bagaimana pandangan agama Buddha tentang masturbasi?

Masturbasi bukan merupakan hal yang aneh lagi di kalangan remaja dan pemuda, pria maupun wanita. Menurut agama Buddha, bolehkah masturbasi tersebut dilakukan dan bagaimana pandangan agama Buddha tentang hal tersebut? Masturbasi atau onani konon bukan merupakan hal yang aneh karena kaum remaja pada umumnya telah melakukannya. Walaupun begitu, perbuatan demikian bukanlah perbuatan baik. Jika dilakukan, perbuatan demikian membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi si pelaku. Jika seseorang sering melakukan perbuatan demikian untuk memuaskan nafsu birahinya, apalagi kalau ia sudah mencapai usia dewasa, berarti ia melakukan ketidak-wajaran seksual. Lebih baik kawin daripada sering melakukan ketidak-wajaran seksual demikian. Menurut agama Buddha, orang-orang yang sering melakukan pemuasan nafsu seks secara tidak normal dapat terlahir kembali sebagai manusia yang berkelamin tidak normal jika kelak terlahir kembali sebagai manusia.

Apakah mimpi mempunyai makna menurut pandangan agama Buddha?

Apakah mimpi mempunyai makna menurut pandangan agama Buddha? Untuk menjawab pertanyaan ini, kami akan memberikan sedikit penjelasan tentang mimpi. Menurut agama Buddha, mimpi bisa timbul karena 4 sebab: 1. Pubba-nimita: perbuatan sehari-hari yang baik maupun yang buruk dapat menimbulkan kesadaran untuk bermimpi berkenaan perbuatan tersebut. 2. Citta-avarana: kesadaran yang melekat dalam hal-hal yang berkesan dapat menimbulkan mimpi berkenaan dengan hal-hal tersebut. 3. Dewa-sanharana: dewa yang memberikan mimpi. 4. Dhatu: unsur dalam tubuh yang tidak normal dapat menimbulkan mimpi. Makhluk yang dapat bermimpi adalah makhluk yang masih mempunyai kamaraga (nafsu indria) dan kepuasan dalam nafsu. Makhluk yang terbebas dari kamaraga seperti Rupa-Brahma, Arupa-Brahma, Anagami dan Arahat tidak dapat bermimpi. Selain itu, makhluk neraka juga tak bisa bermimpi karena makhluk ini dalam keadaan tersiksa setiap saat. Mimpi yang mempunyai makna adalah mimpi yang ditimbulkan oleh kekuatan

Dari mana asal mula kehidupan itu menurut Buddha?

Dikatakan bahwa sebelum mencapai tingkat kesucian, tiap makhluk mengalami tumimbal lahir. Yang ingin saya tanyakan ialah dari mana asal mula kehidupan itu? Ajaran Sang Buddha tidak mempersoalkan asal mula kehidupan. Ketika Beliau membabarkan ajaran-Nya, Beliau tidak berpikir untuk menerangkan asal mula kehidupan. Beliau hanya ingin menerangkan penderitaan dunia atau dukkha dan menunjukkan jalan untuk mengatasinya. Menurut Sang Buddha, jalan inilah yang diperlukan oleh umat manusia. Dengan menempuh jalan yang telah ditunjukkan itu, orang dapat memahami segala sesuatu sebagaimana adanya dan mencapai kebebasan sempurna.

Apakah perbedaan antara tumimbal lahir dan penitisan?

Apakah perbedaan antara tumimbal lahir dan penitisan? Dalam Buddha Dhamma dipakai istilah tumimbal lahir (rebirth) yang berarti "penerusan" atau "kelanjutan hidup". Jadi, Buddha Dhamma tidak mengenal adanya "pemindahan hidup" atau "penitisan hidup". Istilah penitisan hidup (reinkarnasi) dipakai dalam agama Hindu, yang percaya akan adanya "penitisan" atau "pemindahan hidup" setelah kematian dari suatu alam kehidupan. Misalnya, bila seseorang sesuai dengan karmanya, akan terlahir sebagai anjing, maka setelah kematian roh orang itu pindah/menitis pada badan anjing.

Apakah orang yang telah meninggal dunia terus langsung bertumimbal lahir ke alam kehidupan yang lain?

Apakah orang yang telah meninggal dunia terus langsung bertumimbal lahir ke alam kehidupan yang lain atau ada masa tertentu untuk menunggu kelahiran kembali? Dalam Buddha Dhamma yang berpedoman pada kitab suci Tipitaka, seseorang yang meninggal dunia langsung bertumimbal lahir dan tidak menunggu sedetik pun (sekalipun mungkin tak dilahirkan di alam manusia). Jadi, tidaklah benar pendapat yang mengatakan bahwa bila seseorang meninggal dunia tidak langsung ditumimbal-lahirkan atau harus menunggu beberapa saat di suatu alam kehidupan tertentu.

Membunuh nyamuk dalam agama Buddha

Walaupun merugikan manusia, demi pengembangan metta atau penjagaan agar watak tidak menjadi kejam, apakah nyamuk-nyamuk itu dibiarkan saja, atau demi kepentingan kesehatan manusia dibasmi saja? Demi pengembangan metta atau penghindaran watak dari kekejaman, maka sebaiknya diusahakan untuk menjauhinya atau mengusirnya tanpa membunuhnya. Untuk itu sebaiknya anda menyemprotkan obat nyamuk sebelum nyamuk datang atau menyemprotkan ke atas langit-langit kamar atau ruangan lain agar obat anti nyamuk turun dan nyamuknya lari dari ruangan. Jadi, jangan menyemprotkan obat nyamuk langsung pada nyamuk.

Apakah Umat Buddha dianjurkan "Cia Cay"?

Umat Buddha dianjurkan "Cia Cay", tetapi kalau dipandang dari sudut kedokteran/kesehatan tidakkah hal ini bertentangan dengan norma-norma kesehatan apalagi kalau dalam keadaan sakit? Makanan dari daging bukan satu-satunya bahan bagi pertumbuhan badan yang sehat. Tanpa makan daging pun orang bisa menjadi sehat asal saja makanan yang dimakan itu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Zat-zat yang terdapat pada daging hewan bisa diperoleh dari berbagai jenis makanan lain walaupun tidak dalam bentuk yang sama betul. Sehubungan dengan hal ini,  Dr. Josiah Oldfield  mengatakan bahwa daging merupakan makanan yang tidak alamiah dan cenderung menciptakan gangguan fungsional pada tubuh. Dr. Kingford  dari Universitas Paris menyatakan bahwa daging menimbulkan penderitaan. Penyakit kelenjar yang merupakan sumber penderitaan dan kesengsaraan tidak mustahil berasal dari kebiasaan makan daging. Ada pula ahli yang berpendapat bahwa makan daging tidaklah penting. Jadi, kesimpulanny

Apakah berbohong demi kebenaran/kebaikan dapat dianggap melanggar Pancasila?

Apakah berbohong demi kebenaran/kebaikan dapat dianggap melanggar Pancasila? Pada dasarnya setiap berbohong senantiasa melanggar Pancasila, sebaliknya perbuatan baik bukanlah pelanggaran sila. Perbuatan itu masing-masing membawa akibat sendiri. Kebohongan akan menimbulkan akibat yang sesuai dengan kadar kebohongan yang telah dilakukan, sedangkan kebaikan akan membawa hasil sesuai dengan kadarnya pula.

Apakah semua cara untuk melaksanakan KB dibenarkan dalam agama Buddha?

Banyak cara untuk melaksanakan KB, di antaranya dengan menelan pil anti hamil dan memakai kondom. Apakah semua cara untuk melaksanakan KB dibenarkan dalam agama Buddha? Jika kita perhatikan, cara melaksanakan KB ada 7 macam, yaitu: a. KB dengan menelan pil anti hamil atau dengan injeksi setiap tiga bulan sekali; ini bertujuan mencegah pematangan sel telur dalam indung telur. b. KB dengan memakai kondom; ini bertujuan mencegah masuknya sperma ke dalam kandungan. c. KB dengan membunuh sperma; ini bertujuan mencegah sperma menemui sel telur. d. KB dengan operasi terhadap pria atau wanita; bertujuan mencegah pertemuan sperma dengan ovum. e. KB dengan sistem kalender/penanggalan; ini bertujuan mencegah persetubuhan dalam masa subur si istri. f. KB dengan melakukan abortus/pengguguran; ini bertujuan mengeluarkan janin. g. KB dengan memakai spiral ada 2 tujuan, yaitu: i mencegah tumbuhnya janin dalam kandungan. ii mencegah sperma menemui sel telur. Cara yang tersebut pada bagian

Apakah mendapatkan anak dengan cara "bayi tabung" tidak bertentangan dengan agama Buddha?

Apakah mendapatkan anak dengan cara "bayi tabung" tidak bertentangan dengan agama Buddha? Jika kita membicarakan sesuatu itu bertentangan atau tidak dengan agama Buddha, kita harus berpedoman pada Dhamma dan Vinaya  (Sila) . Usaha mendapatkan anak dengan cara "bayi tabung" sebagian besar berdasarkan persetujuan atau kehendak kedua belah pihak (suami dan istri). Perbuatan demikian tidak melanggar Vinaya, yaitu tidak melanggar sela pertama atau sila ketiga dari Pancasila Buddhis. Hal itu melanggar sedikit Dhamma (yaitu Chanda atau keinginan untuk berbuat). Dalam hal ini keinginan untuk mendapatkan anak demikian akan menimbulkan dukkha. Di samping itu jika kita renungkan hal itu lebih mendalam, orang yang mendapatkan anak dengan cara "bayi tabung" tersebut sebenarnya memiliki juga Kusala-Dhamma (yaitu Metta atau Cinta Kasih) karena ia memberikan kesempatan kepada Patisandhi Vinnana (kesadaran/jiwa yang bertumimbal lahir) untuk muncul di alam manusia sebaga

Dapatkah orang mencapai Nibbana pada kehidupan sekarang ini?

Dapatkah orang mencapai Nibbana pada kehidupan sekarang ini? Nibbana dapat dicapai jika seseorang telah mencapai kesucian tingkat tertinggi, Arahat. Itu sangat sulit. Karena itu, kecil sekali kemungkinannya. Karena kebanyakan manusia ada dalam keadaan batin dan taraf budi yang lemah akibat perbuatan-perbuatan yang lalu, maka bagi mereka diperlukan kelahiran kembali berkali-kali untuk mencapai pengertian ke arah pembebasan. Di samping itu, manusia cenderung untuk tidak berusaha memperkembangkan batin ke arah yang baik dalam kehidupan ini. Namun, kelahiran kembali dalam keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya dapat diperoleh melalui usaha yang sungguh-sungguh ke arah itu, misalnya dengan melakukan Pariyatta Dhamma.

Mungkinkah seseorang masih ingat akan kehidupan yang lampau setelah bertuminbal lahir di dunia ini?

Apa makna yang sebenarnya dari surga, Nibbana, neraka dan akhirat. Apa bedanya? Mungkinkah seseorang masih ingat akan kehidupan yang lampau setelah bertuminbal lahir di dunia ini? Dalam agama Buddha dikenal adanya surga dan neraka sekalipun pengertiannya agak berbeda dengan pengertian menurut agama lain. Sang Buddha mengajarkan bahwa ada alam-alam yang penuh dengan kesedihan dan kesengsaraan (Alam-Apaya) dan ada alam-alam yang penuh dengan cahaya, kesenangan dan kenikmatan tempat para makhluk menikmati buah karma baiknya (Alam Dewa dan Alam Brahma), sekalipun kebebasan belum tercapai. Alam-alam tersebut dalam pengertian agama Buddha bisa disebut sebagai neraka dan surga. Jenis-jenis alam itu ada banyak. Akhirat dapat diartikan sebagai kehidupan sesudah di alam dunia ini. Menurut agama Buddha, pasti ada kehidupan lain setelah kehidupan dalam alam manusia ini berakhir. Dalam hal ini, pengertian akhirat berlaku juga dalam agama Buddha meskipun kehidupan sesudah kehidupan ini bukanlah ke

Samakah Nirvana dengan surga?

Adakah surga dan neraka menurut agama Buddha? Samakah Nirvana dengan surga? Dalam agama Buddha juga dikenal pengertian surga dan neraka. Menurut agama Buddha, terdapat alam-alam yang penuh cahaya, kesenangan, kenikmatan, di mana makhluk dapat menikmati buah karma yang baik, namun di alam-alam itu belum tercapai kebebasan. Buah karma ini pun tidak kekal. Setelah kehidupan di alam itu berakhir, makhluk yang bersangkutan dapat terlahir kembali di alam yang lebih rendah jika karmanya mengharuskan demikian. Keadaan yang kelihatannya membahagiakan itu hanya sementara. Di samping itu, Sang Buddha menyatakan pula bahwa terdapat alam-alam kehidupan yang penuh dengan kesengsaraan dan kesakitan dalam suasana gelap seolah-olah tanpa penerangan ataupun harapan. Terdapat pula alam-alam yang buruk keadaannya. Di situlah pembuat kejahatan terlahir kembali karena mereka. Kehidupan dalam alam-alam yangtidak menggembirakan itu juga tidaklah kekal. Pada suatu waktu penghuninya bisa meninggalkan tempat

Sebetulnya ada berapa macam meditasi Buddhis itu?

Dari sebuah buku saya mendapat keterangan yang sangat membingungkan tentang macam-macam meditasi Buddhis atau Bhavana. Disatu bagian dikatakan meditasi Buddhis hanya ada dua macam, sedangkan di bagian lain disebutkan bahwa Bhavana terdiri atas tiga macam. Sebetulnya ada berapa macam meditasi Buddhis itu? Dalam agama Buddha dikenal dua macam meditasi atau bhavana, yaitu: Samatha Bhavana (pengembangan ketenangan batin) dan Vipassana Bhavana (pengembangan pandangan terang). Memang ada yang menyebut meditasi terdiri atas tiga macam yaitu: Metta Bhavana, Samantha Bhavana dan Vipassana Bhavana, tetapi uraian ini tidak benar. Obyek metta dalam bhavana atau meditasi merupakan salah satu obyek dalam Samantha Bhavana (pengembangan ketenangan batin). Samantha Bhavana mempunyai 40 pokok obyek meditasi dan onyek metta adalah salah satunya. Jadi, sebetulnya hanya terdapat du amacam meditasi atau bhavana.

Bagaimana caranya memilih obyek meditasi yang cocok bagi masing-masing?

Bagaimana caranya memilih obyek meditasi yang cocok bagi masing-masing? Tiap-tiap orang mempunyai sifat masing-masing yang umum maupun khusus. Di antara sifat-sifat yang dimilikinya, tentu setiap orang mempunyai sifat yang menonjol. Sifat yang menonjol inilah yang dianggap sebagai sifat yang khas dan berdasarkan sifat khas inilah lalu dipilihkan obyek latihan meditasinya. Dalam Abhidhamma terdapat pembagian sifat-sifat secara umum pada manusia sebagai berikut: 1. Orang yang keras nafsu lobanya atau  ragacarita . 2. Orang yang keras kebenciannya atau  dosacarita . 3. Orang yang bodoh (dungu) atau  mohacarita . 4. Orang yang tebal keyakinannya atau  saddhacarita . 5. Orang yang bijaksana (pandai) atau  budhisarita . 6. Orang yang suka melamun atau  vitakkhacarita . Menurut Abhidhamma, orang yang mempunyai salah satu sifat tersebut di atas, jika akan memulai latihan tingkat permulaan, sebaiknya memilih obyek-obyek yang cocok atau sesuai dengan keadaan sifatnya sendiri untuk m

Apakah obyek meditasi (samadhi) yang tepat untuk umat awam dan posisi apa yang baik dan tepat sewaktu bermeditasi?

Apakah obyek meditasi (samadhi) yang tepat untuk umat awam dan posisi apa yang baik dan tepat sewaktu bermeditasi? Ada 40 obyek meditasi. Obyek-obyek itu digolongkan dalam tujuh bagian menurut sifat dan tujuan pemakaiannya, yaitu: Sepuluh  kasina  (wujud benda), sepuluh kekotoran  (asubha sanna) , sepuluh perenungan  (anussati) , empat keadaan luhur ( appamanna  atau  brahma vihara ), satu perenungan terhadap makanan yang menjijikan  (aharepatikulasanna) , satu analisa terhadap empat unsur  (catudhatuvatthana) , empat perenungan tanpa materi  (arupa) . Sebelum memulai lathan meditasi, hendaknya dipilih obyek yang cocok dengan keadaan sifat pribadi untuk memudahkan pengendalian pikiran dan untuk mempercepat pencapaian kemajuan. Orang yang keras nafsu lobhanya sebaiknya menggunakan salah satu dari sepuluh kekotoran  (asubha)  atau perenungan terhadap badan jasmani  (kayagatasati)  sebagai obyek. Orang yang keras sifat bencinya sebaiknya memakai salah satu dari obyek appamanna ataupun k

Jika Avalokitesvara-rupang sudah diisi betulkah rupang itu sudah kemasukan roh Avalokitesvara?

Jika Avalokitesvara-rupang sudah diisi betulkah rupang itu sudah kemasukan roh Avalokitesvara? Jika tidak, apakah ada makhluk halus lain yang berani masuk ke rupang tersebut? Jika telah diisi, Avalokitesvara-rupang memang memiliki kekuatan halus, yaitu ada makhluk halus yang menunggu rupang tersebut, Hal ini tergantung juga pada orang yang mengisi rupang tersebut. Jika orang tersebut memiliki kekuatan yang baik, tentunya rupang tersebut memiliki kekuatan batin yang baik pula. Tetapi jika orang yang mengisi rupang tersebut memiliki kekuatan batin yang tidak baik, tentunya rupang tersebut mempunyai kekuatan halus yang tidak baik. Jadi tidak benar ada roh Avalokitesvara yang masuk ke rupang tersebut. Sebenarnya, kita pun dapat mengisi rupang apa saja, asalkan kita memiliki pikiran cinta kasih dan keyakinan penuh dalam melakukan puja bakti terhadap Sang Triratna. Jika hal ini kita laksanakan dengan baik, dalam waktu yang singkat rupang tersebut akan memiliki kekuatan halus yang baik

Bagaimana arwah orang yang telah meninggal dunia itu dapat memperoleh makanan dan di mana ia bertempat tinggal kelak?

Dari ruang tanya jawab, saya mengetahui bahwa sajian hidangan dan pembakaran rumah-rumahan dan benda sejenisnya sebagai persembahan bagi orang yang meninggal dunia tidaklah membawa manfaat. Bagaimana arwah orang yang telah meninggal dunia itu dapat memperoleh makanan dan di mana ia bertempat tinggal kelak? Pertanyaan Anda ini cukup menarik. Jika Anda ingin memperoleh jawaban menurut pandangan agama Buddha, maka berikut ini adalah jawabannya. Orang yang telah meninggal dunia akan terlahir kembali di suatu alam kehidupan sesuai dengan karma atau perbuatannya. Jika selama hidupnya ia banyak berbuat baik, ia akan bertumimbal lahir di alam manusia atau alam dewa atau alam Brahma. Jika selama hidupnya ia berbuat jahat, ia akan bertumimbal lahir di alam Apaya (alam yang menyedihkan). Di alam kehidupan yang baru itu (alam dewa atau alam Brahma), ia akan memperoleh makanan sesuai dengan kondisi kehidupannya. Ia tidak lagi membutuhkan makanan seperti kita yang masih hidup di alam manusia ini

Apakah "saddha" sama dengan "kepercayaan"?

Dalam agama pada umumnya terdapat aspek kepercayaan. Dalam agama Buddha saya mendengar istilah "saddha". Apakah "saddha" sama dengan "kepercayaan"? Saddha bukanlah berarti kepercayaan seperti biasanya dimaksudkan orang, emlainkan keyakinan yang timbul dari sesuatu yang "nyata". Dalam agama Buddha istilah "saddha" sering diartikan sebagai mencakup "percaya". Asanga  pujangga Buddhis terkemuka, pada abad keempat sesudah masehi, mengatakan bahwa Saddha mencakup tiga unsur, yaitu keyakinan yang kuat terhadap sesuatu, kegembiraan yang mendalam terhadap sesuatu sifat yang baik, dan harapan untuk mencapai sesuatu kelak. Di sini tidak terkandung pengertian "percaya". Masalah percaya itu timbul jika kita tidak melihat dengan benar. Setelah kita melihat, persoalan percaya tidak akan ada lagi. Jika kepada Anda ditunjukkan genggaman tangan yang dikatakan berisi sesuatu, maka akan timbul masalah percaya itu. Sang Buddha pernah

Perbedaan vihara dengan kelenteng

Ada anggapan bahwa vihara sama dengan kelenteng. Sebenarnya, dimana letak perbedaan di antara keduanya itu? Memang pada umumnya orang menganggap kelenteng sama dengan vihara atau vihara sama dengan kelenteng. Tetapi, seorang umat Buddha hendaknya menganggap suatu tempat ibadah sebagai vihara jika hal-hal berikut ini dipenuhi: 1. Di tempat itu harus ada patung Sang Buddha  (Budharupang)  di bagian tempat yang terhormat. 2. Di tempat itu harus ada dhammasala atau tempat untuk berkhotbah dan berkebaktian. 3. Di tempat itu harus ada kuti atau tempat penginapan untuk para bhikkhu. Kebanyakan kelenteng tidak dapat disebut sebagai vihara karena tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Selain itu, ada juga kelenteng yang digunakan untuk menyimpan abu leluhur golongan masyarakat tertentu.

Apakah uang yang diberikan sebagai dana dari kemenangan dalam perjudian "haram" untuk diterima?

Agama pada umumnya mengajarkan agar kita mencari nafkah secara halal. Dalam agama Buddha, hal itu jelas tertuang dalam "Delapan Jalan Utama". Pertanyaan saya adalah: Apakah uang yang diberikan sebagai dana kepada vihara atau badan sosial oleh seseorang yang berpencaharian tidak benar (misalnya perampok atau WTS) atau dana yang berasal dari kemenangan dalam perjudian "haram" untuk diterima? Bagaimana tanggapan Romo tentang hal ini? Apakah hal tersebut diatur dalam kitab suci? Seseorang yang melaksanakan pencaharian dengan jalan merampok atau melacurkan diri sesungguhnya melakukan perbuatan yang tidak baik  (akusala-kamma) . Ia pasti menerima akibat yang tidak baik pula. Tetapi, pemberian dana atas kesadaran sendiri dan dengan landasan metta dan karuna oleh seorang perampok atau WTS merupakan perbuatan baik  (kusala-kamma) . Tidaklah salah menerima dana dari mereka. Pada zaman Sang Buddha, Beliau sendiri pernah menerima makanan dari seorang WTS bernama  Ambapali . Da

Sejauh mana hubungan Sangha terhadap umat Buddha pada umumnya?

Sejauh mana hubungan Sangha terhadap umat Buddha pada umumnya? Sangha tidak mempunyai kewajiban lahiriah apapun terhadap umat Buddha. Hubungan antara keduanya, Sangha dengan umat Buddha, pada umumnya bersifat batiniah dalam arti membimbing ke arah keluhuran budi. Seharusnya para anggota Sangha menjadi teladan cara hidup suci dan bebas dari segala nafsu keduniawian; mereka memberikan Dhamma atas permintaan umat dan membantu umat dengan nasihat atau penerangan batin dalam suka dan duka sebagaimana yang dicontohkan oleh Sang Buddha kepada umat-Nya dahulu kala.

Apakah ajaran Buddha juga akan mengalami perubahan?

Menurut hukum alam segala sesuatu yang terbentuk tidak terlepas dari perubahan dan kesukaran. Apakah ajaran Buddha juga akan mengalami perubahan? Segala sesuatu memang tidaklah mutlak. Kata-kata dan cara yang digunakan untuk membabarkan Dhamma dapat berbeda, namun pada dasarnya Dhamma tidak akan berubah sepanjang masa. Ajaran Sang Buddha  (Buddha Dhamma)  tidak akan berubah atau rusak. Dhamma bersifat kekal dan abadi. Dhamma adalah kesunyataan mutlak yang disampaikan melalui kata-kata Sang Buddha. Kesunyataan yang menyatakan bahwa segala sesuatu berubah itulah yang tidak berubah, dan itulah Dhamma. Kesunyataan yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak mutlak dan berubah-ubah itulah yang kekal, dan itulah Dhamma. Jadi Dhamma tidak pernah berubah.

Apakah Sang Buddha menyetujui pemujaan berhala?

Apakah Sang Buddha menyetujui pemujaan berhala? Mengapa umat Buddha menghormati patung Buddha, relik-relik dan monumen-monumen yang menyimpan relik-relik itu? Sang Buddha tidak menyukai pemujaan berhala. Beliau menolak hal itu. Pemujaan terhadap para dewa, pohon-pohon dan lain-lain tidak dibenarkan oleh Sang Buddha. Pemujaan yang bersifat takhyul harus ditinggalkan oleh orang yang ingin mencapai kemajuan lebih jauh. Umat Buddha memuja Buddharupang tidak secara membuta. Mereka melakukan hal itu hanya sebagai perwujudan perasaan dan terima kasih kepada Sang Buddha yang telah membabarkan ajaran mulia kepada umat manusia. Hal itu dimaksudkan pula untuk mengenang seorang manusia agung, bijaksana dan penuh cinta kasih yang pernah hadir dalam kurun waktu dunia ini. Ini pun dilakukan dalam situasi dan kondisi yang layak. Dengan demikian, umat Budha tidak menyembah sebuah patung Buddha yang sedang dipasang sebagai suatu barang yang diperdagangkan di toko misalnya.

Apakah agama Buddha membagi umatnya dalam golongan-golongan?

Apakah agama Buddha membagi umatnya dalam golongan-golongan? Bagaimana dengan kedudukan pandita dalam agama Buddha? Apakah dasar penggolongan tersebut? Agama Buddha hanya mengenal dua kelompok penganut atau umat, yaitu kelompok masyarakat keviharaan  (sangha)  dan kelompok masyarakat awam atau umat biasa. kelompok masyarakat keviharaan terdiri atas bhikkhu/bhikkhuni/samanera/samaneri, sedangkan kelompok masyarakat umat biasa meliputi semua umat Buddha yang tidak termasuk dalam sangha. Kelompok masyarakat awam atau umat biasa terdiri atas para upasaka dan upasika. Pada dasarnya, pandita adalah seorang upasaka/upasika juga, namun ia seorang upasaka/upasika atau umat Buddha yang mengemban tugas fungsional keagamaan tertentu yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh seorang anggota sangha. Lembaga kepanditaan ditemukan di Indonesia hanya karena adanya kekhususan dalam sistem kemasyarakatan Buddhis di Indonesia. Penggolongan tersebut hanya didasarkan pada kedudukan sosial mereka masin

Adakah bagian dari ajaran-ajaran Buddha yang disampaikan secara rahasia kepada seorang siswanya dan tidak tertulis dalam kitab-kitab?

Adakah bagian dari ajaran-ajaran Buddha yang disampaikan secara rahasia kepada seorang siswanya dan tidak tertulis dalam kitab-kitab? Sang Buddha tidak pernah mengajarkan/menyampaikan ajaran-ajaranNya secara rahasia. Beliau hanya menjelaskan hal-hal yang wajar dan nyata dan sebaliknya tidak menyetujui ajaran rahasia dan gaib, yang disampaikan oleh para Brahmana pada waktu itu. Memang ada anggapan bahwa ajaran-ajaran dan tafsiran-tafsiran yang kemudian muncul ratusan tahun setelah Sang Buddha mangkat adalah tambahan atau perluasan dari Buddha Dhamma. Karena ada anggapan demikian dan juga karena sifat toleran yang diajarkan dalam Dhamma, maka kini tampak seolah-olah agama Buddha telah beraneka ragam, walaupun sebetulnya tidak demikian. Bagi setiap orang yang ingin secara serius mendalami ajaran Buddha, segala sesuatu tentang penyimpangan atau perluasan yang terjadi kemudian tidaklah merupakan rintangan. Pada hakekatnya dasar-dasar ajaran agung itu tetap sama sejak permulaan hingga kini

Ada pendapat mengatakan bahwa Buddha kira-kira sama dengan nabi. Bagaimana penjelasan hal ini?

Ada pendapat mengatakan bahwa Buddha kira-kira sama dengan nabi. Bagaimana penjelasan hal ini? Sang Buddha dapat disebut nabi karena Beliau sendiri turut menyebarkan Dhamma yang ditemukan. Namun, Sang Buddha memperoleh Penerangan Sempurna berkat usaha dan kekuatan sendiri dan kemudian mengajarkan Dhamma kepada para dewa dan manusia.

Istilah "Bhikkhu-Peta". Apa yang dimaksud dengan itu?

Saya pernah mendengar istilah "Bhikkhu-Peta". Apa yang dimaksud dengan itu? Y ang dimaksud dengan Bhikkhu-Peta adalah setan bhikkhu. Makhluk ini menyerupai bhikkhu. Makhluk ini terlahir sebagai setan atau dalam alam setan atau sebagai akibat ketidak-taatannya terhadap Dhamma-Vinaya sewaktu ia masih hidup di alam manusia sebagai seorang bhikkhu. Bhikkhu-Peta (setan bhikkhu) adakalanya berdiam di bawah pohon-pohon atau di tempat lain.

Mengapa bhikkhu berkepala gundul dan berjubah kuning?

Mengapa bhikkhu berkepala gundul dan berjubah kuning? Setiap orang yang menjadi bhikkhu harus rela dan bersdia meninggalkan keindahan maupun kemewahan duniawi. Ia harus hidup dengan sederhana sekali. Kebutuhan hidupnya terbatas pada hal-hal yang pokok. Karena itu, dalam kehidupannya, selain kesederhanaan, segi kepraktisan juga merupakan hal penting bagi seorang bhikkhu. Bagi seorang bhikkhu, dengan berkepala gundul akan terlihat lebih praktis dan sederhana daripada berambut panjang. Dengan berkepala gundul, seorang bhikkhu tidak perlu terlalu memperhatikan segi perawatan rambut yang biasa harus dilakukan oleh kebanyakan orang dengan pomade dan sebagainya. Mengenai jubahnya yang berwarna demikian, ada cerita singkat berikut ini. Hal ini berkaitan denngan situasi dan kondisi pada zaman Buddha dahulu. Pada waktu itu, jubah para bhikkhu jauh lebih sederhana daripada jubah para bhikkhu pada zaman sekarang. Untuk keseragamannya diusahakan untuk memakai warna tertentu. Warna yang mudah di

Bukankah seorang bhikkhu tidak boleh makan makanan dari barang yang berjiwa

Bukankah seorang bhikkhu tidak boleh makan makanan dari barang yang berjiwa, bahkan tidak boleh membaui makanan dari daging dan lain-lain yang sejenis? Juga bukankah seorang bhikkhu tidak boleh mengkhayalkan makanan demikian? Jika ia melakukan hal itu dengan sengaja, apakah hukumannya kelak? Dalam ajaran Sang Buddha Gotama tidak ditemukan larangan makan makanan yang berasal dari hewan. Seorang bhikkhu tidak dilarang makan makanan yang berasal dari hewan asal saja ia sendiri benar-benar tidak mengetahui, tidak mendengar, dan tidak melihat bahwa seekor hewan disembelih khusus untuk hidangannya. Berdasarkan ketiga hal itu, ia tidak melakukan pelanggaran. Tetapi, kalau seorang bhikkhu mengkhayalkan makanan demikian, apalagi dengan sengaja, maka itu berarti ia menimbulkan hambatan atau rintangan bagi dirinya sendiri untuk mencapai kebebasan atau kesucian. Apakah hal-hal tersebut di atas berlaku juga bagi bhikkhu yang sudah berpredikat "thera" ataupun yang telah mencapai kes

Bolehkah seorang bhikkhu menerima suatu pemberian secara langsung dari tangan seorang wanita?

Bolehkah seorang bhikkhu menerima suatu pemberian secara langsung dari tangan seorang wanita? Seorang bhikkhu boleh menerima pemberian dari seorang wanita asal saja bagian tangan bhikkhu maupun tangan wanita itu tidak saling menyentuh. Untuk menghindari sentuhan, maka ada juga bhikkhu yang menerima pemberian dari seorang wanita melalui (alat) perantara.

Benarkah perkataan "bhikkhu" berarti peminta-minta?

Benarkah perkataan "bhikkhu" berarti peminta-minta? Orang boleh saja mengatakan bahwa bhikkhu itu peminta-minta karena secara kasar istilah "bhikkhu" itu kadang-kadang diterjemahkan sebagai "tukang minta-minta". Namun, bhikkhu bukanlah pengemis, melainkan orang yang menempuh jalan kehidupan suci dan memperoleh pemenuhan kehidupan yang layak baginya, misalnya makanan dari umat yang menjalankan kebajikan. Seorang bhikkhu tidak dibolehkan meminta-minta sesuatu menurut aturan yang berlaku bagi dirinya. Kalau ada anggapan bahwa bhikkhu adalah peminta-minta mungkin anggapan itu timbul hanya karena banyak bhikkhu dahulu dan sekarang di negara-negara Buddhis banyak mendatangi rumah-rumah keluarga Buddhis untuk menerima dana. Di sini harus dilihat bahwa bhikkhu bukan peminta-minta melainkan penerima. Dari kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa anggapan di atas tidaklah benar.

Bagaimana kedudukan para dewa menurut agama Buddha?

Bagaimana kedudukan para dewa menurut agama Buddha? Dewa adalah makhluk yang lebih halus kedudukannya daripada manusia. Namun dewa tak terlepas pula dari rantai derita dan samsara. Dewa masih terlahir kembali di alam yang lebih rendah kalau karma mengharuskan demikian. Dewa belum mencapai tingkat kesucian.

Makhluk Peta mana yang memakan sajian pada suatu upacara sembahyang?

Makhluk Peta mana yang memakan sajian pada suatu upacara sembahyang? Makhluk Peta adalah makhluk setan yang diam di alam Peta. Makhluk setan ini terbagi dalam berbagai kelompok. Kelompok-kelompok itu adalah: Kelompok Peta 4, Kelompok Peta 12, dan Kelompok Peta 21. Kelompok Peta 4 terdiri atas Paradattupajivika-Peta, Khupapipasika-Peta, Nijjhamatanhika-Peta, dan Kalakancika-Peta. Kelompok Peta 12 terdiri atas Vantasa-Peta, Kunapasa-Peta, Guthakhadaka-Peta, Aggijalamukha-Peta, Sucimuja-Peta, Tahnattita-Peta, Sunujjhamaka-Peta, Suttanga-Peta, Pabbatanga-Peta, Ajagaranga-Peta, Vemanika-Peta, dan mahidhadhika-Peta. Kelompok Peta 21 terdiri atas Atthisankhasika-Peta, Mansapesika-Peta, Mansapinada-Peta, Nicachaviparisa-Peta, Asiloma-Peta, Stiloma-Peta, Usuloma-Peta, Suciloma-Peta, Dutiyasuciloma-Peta, Kumabhanda-Peta, Guthakupanimugga-Peta, Guthakhadhaka-Peta, Nicachavitaka-Peta, Dugagandha-Peta, Ogilini-Peta, Asisa-Peta, Bhikkhu-Peta, Bhikkhuni-Peta, Sikkhamana-Peta, Samanera-Peta, dan

Cara Masuk Surga Menurut Buddha

Cara Masuk Surga Menurut Buddha Semua Orang Dapat Masuk Surga Karena hukum sebab akibat yang saling bergantungan, hukum karma berjalan pada semua makhluk maka kebaikan yang dilakukan oleh siapapun akan berbuah kebaikan, kejahatan yang dilakukan oleh siapapun akan berakibat penderitaan bagi pelakunya. Karena surga adalah akibat dari tumpukan perbuatan baik seseorang atau makhluk. maka pelaku kebaikan dapat masuk surga. Sebaliknya walaupun seseorang yang menyatakan dirinya sebagai penganut ajaran Buddha tapi tindak-tanduknya selalu dilandasi oleh keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, maka ia akan menjadi penghuni neraka. Dalam pelatihan moral dasar yang harus dilakukan adalah berlatih untuk tidak melakukan pembunuhan, berlatih untuk tidak mengambil barang orang lain, berlatih untuk tidak melakukan perbuatan asusila, selingkuh, berlatih untuk tidak minum atau makan makanan yang dapat mengakibatkan rendahnya kesadaran, berlatih untuk tidak berbicara bohong, kasar, dan menipu. Latihan

Me­ngapa ada orang kaya dan miskin, pandai dan bodoh, lahir sempurna dan cacat?

Dikarenakan dalam Bud­dhis­me mengakui adanya kehidupan lampau, maka tidak ada kesulitan se­dikit pun bagi umat Buddha untuk me­mahami serta menerangkan ra­hasia kehidupan di dunia ini. Me­ngapa ada orang kaya dan miskin, pandai dan bodoh, lahir sempurna dan cacat, ada yg hidupnya sengsara dan sejahtera, dan lain-lain. Dengan mengacu pada kehidupan lampau, pertanyaan-pertanyaan seba­gaimana yang dikemukakan diatas dapat terjawab secara benar. Karena setiap makhluk di dunia ini, apapun wujudnya pernah terlahirkan dalam kehidupan lampau, maka sudah tentu mereka juga pernah melakukan per­buatan-perbuatan berupa tindakan, ucapan, dan pikiran; yang baik mau­pun buruk. Perbuatan-perbuatan ini­lah, yang dalam Buddhisme secara khas disebut "Karma", yang menjadi salah satu sebab bagi mereka untuk me­­nerima segala keadaan sebagai­ma­na yang dialami pada kehidupan yang sekarang ini. "Semua makhluk memiliki, me­warisi, terlahir, berhubungan, dan ter­lindung oleh karmanya sendiri. K

Apa saja sih akibat dari karma mencuri?

Berdasarkan hukum karma, setiap tindakan akan menghasilkan akibat. Akibat ini belum tentu berbuah saat itu juga, tapi bisa juga bulan depan, tahun depan, bahkan kehidupan yang akan datang. Sebenarnya apa saja sih akibat dari karma mencuri? Kalau kamu mengalami hal-hal berikut, maka bisa jadi kamu seorang pencuri di kehidupan lampaumu. 1. Lahir di alam neraka, sebagai setan kelaparan, atau binatang. Kalau kamu bisa menonton video ini, sudah pasti tidak mengalami akibat yang satu ini. Kelahiran di alam rendah adalah akibat yang matang sepenuhnya dari karma buruk yang lengkap. Kamu harus bermudita karena bebas dari akibat ini dan terlahir sebagai manusia sekarang, juga harus berusaha agar tidak mengalaminya di kehidupan mendatang! 2. Pernah kecurian, ditodong, kehilangan barang Mencuri menyebabkan orang lain merasa kehilangan. Maka, sesuai hukum sebab-akibat, pelakunya juga akan merasakan akibat berupa kehilangan. Kalau di kehidupan sekarang kamu pernah dirampok atau ditodong orang, mungk

Inilah Kekuatan Hukum Karma Yang Bermanfaat dan Merugikan

Dalam bekerjanya kamma harus dipahami bahwa terdapat kekuatan yang bermanfaat dan merugikan untuk menangkal dan menunjang hukum yang bekerja sendiri ini. Kelahiran, waktu atau keadaan, kepribadian atau penampilan dan usaha merupakan pembantu dan penghalang bagi berbuahnya Kamma. Misalnya jika seseorang dilahirkan dalam keluarga mulia atau dalam keadaan bahagia, keberuntungan kelahirannya kadang kala akan merintangi berbuahnya Kamma jahatnya. Sebaliknya, jika ia dilahirkan dalam keadaan menderita atau dalam keluarga tidak beruntung, kelahiran yang tidak menguntungkan ini akan menyediakan suatu kemudahan bagi Kamma jahatnya untuk bekerja. Kedua hal ini dikenal sebagai Gati Sampatti ( kelahiran yang menyenangkan ) dan Gati Vipatti ( kelahiran yang tidak menyenangkan ). Sangat mungkin terjadi, seseorang yang tidak cerdas, yang karena kamma baiknya, dilahirkan dalam keluarga kerajaan dan karena keturunannya yang mulia, ia dihormati orang. Jika orang yang sama mempunyai kelahiran yang kurang

8 Pandangan-Pandangan Keliru Mengenai Hukum Karma

Pandangan-Pandangan Keliru Mengenai Hukum Karma 1. Kamma hanya dianggap sebagai hal yang buruk saja Pandangan ini beranggapan bahwa karma sebagai sesuatu yang buruk yang menimpa seseorang yang telah melakukan perbuatan buruk.  Kamma yang berarti perbuatan sedangkan hasilnya disebut vipaka, tidak hanya berhubungan dengan perbuatan buruk atau pun akibat buruk semata, tetapi juga perbuatan baik atau pun akibat yang baik.  Contoh: seseorang gemar berdana sehingga ia dihormati oleh setiap orang. Gemar berdana adalah kamma baik dan dihormati orang lain merupakan hasil perbuatan yang baik. 2. hasil karma dianggap sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah Pandangan ini dikatakan keliru karena jika hal itu terjadi maka seseorang tidak akan dapat bebas dari penderitaannya. Padahal seseorang dapat mengubah apa yang sedang ia alami. Selain itu, Sri Buddha telah mengajarkan mengenai Viriya atau semangat membaja yang berguna untuk mengatasi segala kesulitan. Sebagai contoh, seseorang yang lah

Tujuan hari raya waisak bagi umat Buddha

Salah satu hari raya agama Buddha adalah hari raya Trisuci Waisak. Kata “Waisak” sendiri berasal dari bahasa Pali “Vesakha” atau di dalam bahasa Sansekerta disebut “Vaisakha”. Nama “Vesakha” sendiri diambil dari bulan dalam kalender buddhis yang biasanya jatuh pada bulan Mei kalender Masehi. Namun, terkadang hari Waisak jatuh pada akhir bulan April atau awal bulan Juni. Hari Raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut demikian karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkatnya sang Buddha Gautama. Tiga kejadian tersebut—kelahiran, penerangan, kematian— terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak. Biasanya pada hari waisak, umat Buddha merayakannya dengan pergi ke wihara dan melakukan ritual puja-bhakti. Harus dimengerti bahwa umat Buddha melaksanakan ritual puja-bhakti adalah bertujuan untuk men

5 Hukum Alam dalam Agama Buddha

Berikut ini ulasannya. 1. Utu Niyāma Hukum alam “physical inorganic” misalnya : gejala timbulnya angin dan hujan yang mencakup pula tertib silih bergantinya musim-musim dan perubahan iklim yang disebabkan oleh angin, hujan, sifat-sifat panas dan sebagainya. 2. Bija Niyāma Hukum alam tumbuh-tumbuhan dari benih dan pertumbuhan tanam-tanaman, misalnya padi berasal dari tumbuhnya benih padi, gula berasal dari batang tebu atau madu dan sebagainya. 3. Kamma Niyāma Hukum alam sebab akibat, misalnya : perbuatan yang bermaksud bermanfaat (baik atau membahagiakan) dan yang bermaksud merugikan atau buruk terhadap pihak lain, menghasilkan pula akibat baik maupun buruk. 4. Dhamma Niyāma Hukum alam terjadinya persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya : terjadinya keajaiban alam pada waktu seseorang Bodhisatta hendak mengakhiri hidupnya sebagai seorang calon Buddha, pada saat Ia akan terlahir untuk menjadi Buddha, seperti bumi bergetar. Hukum gaya berat (gravitasi) dan hukum alam sejenis lainnya

5 Pelajaran yang Diperoleh dari Hukum Kamma

Pelajaran yang Diperoleh dari Hukum Kamma Dengan mengetahui dan memahami Hukum Kamma, maka kita dapat mengambil pelajaran yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari. Pelajaran tersebut antara lain: 1. Keyakinan Dengan mengamati dan memahami Hukum Kamma kita mengetahui bahwa Hukum Kamma merupakan hukum yang sangat adil. Dengan mengetahui keadilannya maka kita akan merasa yakin bahwa apa yang kita perbuat akan menghasilkan sesuai dengan sifat perbuatan kita, perbuatan baik atau pun buruk yang kita lakukan pastilah memberikan dampak, dan perbuatan yang tidak pernah kita perbuat maka tidak akan menimbulkan akibat pada diri kita. Ini membuat kita tidak merasa khawatir apa yang akan terjadi kepada diri kita. Dan dengan keyakinan ini dapat menguatkan langkah kita untuk lebih banyak melakukan perbuatan yang akhirnya akan membahagiakan kita. 2. Kepercayaan pada diri sendiri Menyadari bahwa diri sendiri adalah pemilik kamma, pewaris kamma; terlahir dari kamma, berhubungan dengan kamm

Istana Bagi Seorang Istri yang Setia Menurut Ajaran Buddha

Istana Bagi Seorang Istri yang Setia Menurut Ajaran Buddha Sang Buddha menuturkan kisah ini ketika Beliau sedang berdiam di hutan Jeta yang didanakan oleh Anāthapiṇḍika di Sāvatthi. Ada seorang wanita yang tinggal di Sāvatthi, ia adalah seorang istri yang setia dan sikapnya sangat menyenangkan bagi suaminya. Ia juga memiliki kesabaran dan kemampuan melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Dia tidak meledak-ledak walaupun ia sedang marah dan tidak pernah berkata kasar. Dia selalu berkata jujur, penuh keyakinan dan kesetiaan, dan sering berdana berdasarkan kemampuannya. Karena terkena penyakit tertentu, ia kemudian meninggal dan terlahir di alam dewa tingkat dua (Tāvatiṁsa). Suatu ketika bhante Mahā Moggallāna berkunjung ke alam dewa tersebut, saat beliau melihat sang dewi sedang menikmati kesenangan dan kemasyhurannya, beliau mendatanginya. Dengan dikelilingi oleh 1000 dayang-dayang dan dipenuhi oleh perhiasan, dia memberi hormat kepada bhante Mahā Moggallāna dengan bersujud di kaki belia

Ada 9 kondisi yang tidak menguntungkan untuk bertemu ajaran Buddha

Ada 9 kondisi yang tidak menguntungkan untuk bertemu ajaran Buddha Terlahir sebagai manusia merupakan sebuah keberuntungan. Namun banyak manusia yang tidak menyadari keberuntungan ini. Dalam Opammasaṁyutta bagian dari Saṁyutta Nikāya, Sang Buddha waktu itu berdiam di Savatthi dan memberikan perumpamaan sebagai berikut: Sang Bhagava mengambil sedikit tanah dengan kuku jari-Nya, lalu Sang Bhagava berkata; ”Para bhikkhu, bagaimana pendapatmu, mana yang lebih banyak, tanah yang ada di kuku jari saya ini atau tanah yang ada di bumi ini? Tanah yang ada di bumi inilah yang lebih banyak, bhante. Sedangkan tanah yang ada di kuku Sang Bhagava jauh lebih sedikit dan tidak ada artinya. Tanah yang ada di bumi ini jauh lebih banyak, tidak dapat dihitung, tidak layak dibandingkan.” “Demikian juga para bhikkhu, makhluk-makhluk yang terlahir kembali sebagai  manusia sangatlah sedikit jumlahnya. Sedangkan makhluk-makhluk yang terlahir sebagai bukan manusia jauh lebih banyak. Oleh karena itu para bhikkhu

13 Cara Membedakan Suatu Aliran itu Ajaran Buddha atau Tidak

13 Cara Membedakan Suatu Aliran itu Ajaran Buddha atau Tidak Di zaman sekarang ini, ada aliran  yang bernaung di bawah nama agama buddha, tetapi ajaran atau dhamma yang di ajarkan tidak sesuai dengan yang di ajarkan Sang Buddha. Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan, mana ajaran buddha yang sesungguhnya atau tidak. Secara garis besar, aliran dalam Buddha Dhamma adalah Theravada, Mahayana dan Tantrayana. Aliran-aliran ini timbul karena adanya perbedaan tradisi, pemikiran, namun masih berada dalam jalur buddhis, yakni semua aliran : 1. Masih berdasarkan ajaran Buddha Gautama bukan buddha yang lain dan walaupun nantinya akan ada buddha di masa depan, ajaran Para Buddha tetaplah sama. 2. Mengakui Tripitaka sebagai kitab suci umat Buddha. 3. Mengajarkan Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Mulia atau Tengah Beruas Delapan (yang sama di semua aliran). 4. Mengajarkan Tilakkhana atau Tiga Corak Universal (Anicca, Dukkha, Anatta) 5. Mengajarkan Hukum Karma dan Tumimbal Lahir 6. Mengajarkan P

Inilah Juru Selamat Dalam Agama Buddha

Inilah Juru Selamat Dalam Agama Buddha Keselamatan dan Kebebasan dalam Buddha Dhamma bukanlah hal sederhana sebagai pencapaian kehidupan di alam surga semata. Keselamatan dalam Buddha Dhamma merupakan terbebasnya suatu makhluk dari putaran arus kelahiran dan kematian (saṁsara), yang penuh dukkha, kepiluan, kesedihan dan ratap-tangis. Keselamatan sedemikian ini hanya akan dicapai saat suatu makhluk, dalam hal ini seseorang manusia, merealisasi Nibbāna. Pencapaian Nibbāna memang tujuan yang paling jauh untuk mencapai keselamatan, tetapi kita juga harus bisa terhindar dari kelahiran ulang di alam menderita, ini merupakan tujuan untuk memperoleh keselamatan yang lebih dekat dari Nibbāna. Lebih lanjut bahwa dalam Buddha-Dhamma, tidak diajarkan adanya sosok juru-selamat yang hanya dengan beriman kepadanya, mengakui keberadaannya, meyakininya maka dosa-dosa kita, umat manusia, akan sepenuhnya terhapuskan, dan kita terjamin dalam kehidupan yang kekal-abadi karenanya. Mencari keselamatan dalam