Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Sabda Sang Buddha Tentang Seseorang Yang Bebas dari Keragu-raguan

Kisah Sivali Thera DHAMMAPADA XXVI : 414 Putri Suppavasa dari Kundakoliya sedang hamil selama tujuh tahun dan kemudian selama tujuh hari ia mengalami kesakitan pada saat melahirkan anaknya. Ia terus merenungkan sifat-sifat khusus Sang Buddha, Dhamma dan Sangha. Ia menyuruh suaminya pergi menemui Sang Buddha untuk memberikan penghormatan dengan membungkukkan badan demi kepentingannya dan untuk memberitahu Beliau tentang keadaannya. Ketika diberitahu mengenai keadaan putri tersebut, Sang Buddha berkata, "Semoga Suppavasa bebas dari bahaya dan penderitaan; semoga ia melahirkan anak yang sehat dan mulia dengan selamat". Ketika kata-kata ini sedang diucapkan, Suppavasa melahirkan anak di rumahnya. Pada hari itu juga, segera setelah kelahiran anak tersebut, Sang Buddha beserta beberapa bhikkhu diundang untuk datang ke rumahnya. Dana makanan diberikan di sana dan bayi yang baru saja lahir memberikan air sudah disaring kepada Sang Buddha dan para bhikkhu. Untuk merayakan ke

Sabda Sang Buddha Tentang Seseorang Yang Membuang Nafsu Keinginan

Kisah Sundarasamudda Thera DHAMMAPADA XXVI : 415 Sundarasamudda adalah anak dari seorang hartawan dari Savatthi. Setelah memasuki pasamuan bhikkhu, ia pergi ke Rajagaha, yang empat puluh lima yojana jauhnya dari Savatthi, untuk berlatih meditasi. Suatu hari, ketika beberapa perayaan sedang berlangsung di Savatthi, ayah Sundarasamudda merasa sangat kehilangan putranya. Mereka juga merasa kasihan pada putranya yang kehilangan semua kesenangan. Memikirkan hal itu mereka menangis. Ketika mereka sedang menangis, seorang pelacur datang pada mereka, dan menanyakan apa duduk persoalannya. Setelah mendengar apa yang terjadi pada anak mereka, pelacur itu berkata, "Jika aku dapat membuat anakmu meninggalkan pasamuan dan kembali hidup sebagai orang biasa bagaimana engkau akan menghargaiku?" Orang tua tersebut menjawab bahwa mereka akan membuatnya kaya raya. Pelacur tersebut kemudian meminta sejumlah besar uang dan pergi ke Rajagaha dengan sejumlah pengikutnya. Di Rajagaha, ia m

Sabda Sang Buddha Tentang Seseorang yang Meninggalkan Kehidupan Rumah Tangga

Kisah Jatila Thera DHAMMAPADA XXVI : 416 Segera setelah Buddha Kassapa mangkat (parinibbana), seorang arahat thera pergi berkeliling untuk mencari dana bagi pembangunan stupa emas dimana nantinya relik Buddha Kassapa akan diabadikan. Sang thera datang ke rumah seorang pandai emas ketika pandai emas dan istrinya sedang dalam pertengkaran yang sengit. Si pandai emas tersebut berteriak kepada sang thera, "Kau sebaiknya melemparkan stupamu itu ke dalam air dan segera pergi". Istrinya kemudian berkata kepada sang pandai emas, "Jika engkau marah kepadaku engkau seharusnya hanya boleh memakiku saja, engkau bahkan boleh memukulku jika engkau suka, tetapi mengapa engkau harus memaki Sang Buddha dan sang thera? Tentu saja, engkau telah melakukan kesalahan yang menyedihkan!" Mendengar kata-kata istrinya, sang pandai emas menyadari betapa besarnya kesalahan yang telah diperbuatnya dan ingin menebus kesalahan itu. Maka ia membuat bunga-bunga emas, meletakkannya ke dala

Sabda Sang Buddha Tentang Seseorang yang Menempuh Kehidupan Tanpa Rumah

Kisah Jotika Thera DHAMMAPADA XXVI : 416 (Kisah Jatila Thera dan Kisah Jotika Thera pada bab ini mempunyai syair sama : Syair 416) Jotika adalah seorang hartawan yang terkenal dari Rajagaha. Ia tinggal di rumah besar yang megah bertingkat tujuh. Terdapat tujuh buah tembok yang mengelilingi rumah besarnya, masing-masing mempunyai pintu masuk yang dijaga oleh setan angkasa. Ketenaran kekayaannya menyebar jauh dan luas, dan banyak orang datang untuk melihat rumah besarnya. Pada suatu kesempatan, Raja Bimbisara datang mengunjungi Jotika. Ia juga membawa anaknya, Ajatasattu, bersamanya. Ajatasattu, setelah melihat kemegahan rumah besar Jotika, berjanji bahwa ia tidak akan memperbolehkan Jotika untuk tinggal di rumah besar yang bagus sekali seperti ini kalau kelak ia menjadi raja. Pada saat keberangkatan raja dari rumahnya, Jotika memberi kenang-kenangan kepada raja berupa sebuah batu delima besar yang tak ternilai harganya. Ini adalah kebiasaan Jotika untuk memberi hadiah kepada sem

Sabda Sang Buddha Tentang Seseorang yang Menyingkirkan Ikatan-ikatan Duniawi

Kisah Nataputtaka Thera DHAMMAPADA XXVI : 417 Suatu ketika, Nataputtaka, anak laki-laki dari seorang penari yang sedang pergi berkeliling menyanyi dan menari, memiliki kesempatan untuk mendengarkan khotbah yang diberikan oleh Sang Buddha. Setelah mendengarkan khotbah tersebut, ia masuk dalam pasamuan dan mencapai tingkat kesucian arahat tidak lama kemudian. Suatu hari, ketika Sang Buddha dan para bhikkhu termasuk Nataputtaka sedang berjalan untuk menerima dana makanan, mereka menjumpai anak laki-laki dari penari lain yang sedang menari di jalanan. Melihat anak muda yang sedang menari, para bhikkhu bertanya kepada Nataputtaka apakah ia masih suka menari. Dan Nataputtaka menjawab, "Tidak, aku tidak". Para bhikkhu kemudian pergi menemui Sang Buddha dan menceritakan bahwa Nataputtaka dengan cara seperti itu ingin menegaskan bahwa dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat. Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu! Nataputtaka telah meninggalkan semua ikatan kemeleka

Sabda Sang Buddha Tentang Seseorang yang Mengatasi Rasa Senang dan Tidak Senang

Kisah Nataputtaka Thera DHAMMAPADA XXVI : 418 Seperti pada kisah sebelumnya, anak laki-laki dari seorang penari telah masuk dalam pasamuan dan telah mencapai tingkat kesucian arahat. Para bhikkhu lain pergi menemui Sang Buddha dan memberitahu Beliau bahwa Nataputtaka menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat. Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu! Nataputtaka telah meninggalkan perasaan kesenangan pada semua hal". Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 418 berikut: Seseorang yang telah mengatasi rasa senang dan tidak senang  dengan tidak menghiraukannya lagi,  yang telah menghancurkan dasar-dasar bagi perwujudan,  dan juga telah mengatasi semua dunia (kelompok kehidupan),  maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.  Artikel ini bagian dari kategori Kisah Dhammapada Untuk kamu yang ingin membaca semua artikel, silakan download versi ebook ini, Kisah Dhammapada.pdf .

Sabda Sang Buddha Tentang Makhluk-makhluk yang Telah Bebas dari Ikatan

Kisah Vangisa Thera  DHAMMAPADA XXVI : 419, 420  Suatu ketika, di Rajagaha, terdapat seorang brahmana bernama Vangisa, yang dengan cara sederhana mengetuk-ngetuk tengkorak mayat seseorang yang telah meninggal dunia, dapat memberitahukan apakah orang tersebut lahir di alam dewa, atau di alam manusia, atau dalam salah satu dari empat alam rendah (apaya).  Para brahmana membawa Vangisa menuju banyak desa dan orang-orang berkumpul karenanya dan membayarnya sepuluh, dua puluh, atau seratus untuk mencari informasi di manakah saudaranya yang meninggal dunia dilahirkan kembali.  Pada suatu kesempatan, Vangisa dan kelompoknya datang ke suatu tempat yang tidak jauh dari Vihara Jetavana. Melihat beberapa orang datang menemui Sang Buddha, para brahmana mengundang mereka untuk datang menemui Vangisa yang dapat memberitahu mereka di mana saudara mereka yang sudah meninggal dunia dilahirkan kembali.  Tetapi para pengikut Sang Buddha berkata kepada mereka, "Guru kami adalah satu-satunya

Sabda Sang Buddha Tentang Seorang yang Tidak Lagi Terikat Pada Hal Lampau

Kisah Dhammadinna Theri   DHAMMAPADA XXVI : 421 Suatu ketika, ada seorang pengikut awam Sang Buddha bernama Visakha di Rajagaha.  Setelah mendengar khotbah Sang Buddha berulang-ulang, Visakha mencapai tingkat kesucian anagami dan ia berkata kepada istrinya, "Terimalah semua hartaku; sejak hari ini aku tidak akan campur tangan apapun dalam urusan keluarga".  Istrinya, Dhammadinna, menjawab, "Siapa yang akan menelan air ludah yang telah engkau buang".  Kemudian ia minta izin darinya untuk masuk dalam pasamuan dan menjadi seorang bhikkhuni. Setelah menjadi seorang bhikkhuni ia pergi ke sebuah vihara di suatu desa kecil bersama para bhikkhuni lain untuk melatih meditasi. Dalam waktu yang singkat, ia mencapai tingkat kesucian arahat dan kembali ke Rajagaha.  Visakha, setelah mendengar bahwa Dhammadinna telah kembali, pergi menemuinya dan bertanya kepadanya beberapa pertanyaan. Ketika Visakha bertanya kepadanya tentang tiga magga yang pertama; ia memberi jawaban

Sabda Sang Buddha Tentang orang tanpa nafsu

Kisah Angulimala  DHAMMAPADA XXVI : 422 Pada suatu kesempatan, Raja Pasenadi dan Ratu Mallika memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu yang berjumlah lima ratus, dalam ujud suatu pemberian yang tidak dapat dilampaui oleh siapapun juga. Pada saat upacara berlangsung, setiap bhikkhu didampingi oleh seekor gajah yang memegang payung putih yang menutupi kepala bhikkhu tersebut dari sinar matahari.  Namun demikian, mereka hanya mendapatkan empat ratus sembilan puluh sembilan gajah yang terlatih, sehingga mereka harus menggunakan seekor gajah yang tidak terlatih, dan gajah tersebut ditempatkan untuk memegang payung dekat Angulimala Thera. Setiap orang takut bahwa gajah yang belum terlatih itu mungkin menyebabkan kerusuhan, tetapi ketika dibawa dekat Angulimala Thera, ia menjadi jinak.  Berkaitan dengan kejadian ini para bhikkhu kemudian bertanya kepada Angulimala apakah ia tidak merasa takut atau tidak. Kepada pertanyaan ini Angulimala menjawab bahwa ia tidak merasa

Sabda Sang Buddha Tentang orang yang mengetahui semua kehidupannya yang lampau

Kisah Devahita, Seorang Brahmana DHAMMAPADA XXVI : 423 Pada suatu kesempatan, Sang Buddha menderita penyakit ringan pada lambung perut dan ia menyuruh Upavana Thera untuk mencari air panas dari Devahita, sang brahmana. Sang brahmana sangat senang karena mempunyai kesempatan yang sangat langka untuk memberikan sesuatu kepada Sang Buddha. Maka sebagai tambahan dari sekedar air panas, ia memberi sirup gula kepada sang thera untuk Sang Buddha. Di vihara, Upavana Thera memberikan air hangat untuk mandi kepada Sang Buddha. Setelah mandi ia memberi Sang Buddha campuran sirup gula dan air hangat. Setelah minum campuran tersebut Beliau segera merasa lega. Sang brahmana kemudian datang dan bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante! Pemberian yang dilakukan kepada siapa yang memberikan manfaat terbesar bagi seseorang?" Kepadanya Sang Buddha berkata, "Brahmana! Suatu pemberian yang dilakukan kepada seseorang yang telah meninggalkan semua kejahatan adalah yang paling bermanfaat&

Ucapan Untuk Orang yang Lagi Berduka Menurut Agama Buddha

Dalam hidup bermasyarakat, umat Buddha tentu sering menjumpai peristiwa perkabungan yang dialami oleh teman, kerabat maupun sanak famili. Dalam kondisi seperti itu, banyak umat Buddha yang langsung mengucapkan kalimat dalam bahasa Pali "Sabbe sankhara anicca". Ucapan ini disampaikan langsung kepada keluarga yang meninggal, walaupun mungkin mereka bukan Buddhis. Bahkan, ucapan dalam bahasa Pali ini sekarang telah dipergunakan untuk pembukaan berita duka di berbagai surat kabar. Dengan demikian, ucapan maupun tulisan yang nampak 'asing' ini akan mengkondisikan orang lain untuk belajar mengenali serta memahami makna kalimat tersebut. Namun, kalau ingin menyederhanakan permasalahan, umat Buddha boleh saja langsung mengucapkan atau menuliskan terjemahan kalimat tersebut yaitu 'Segala yang berbentuk tidak kekal adanya'. Dengan demikian, maksud pengucapan maupun penulisan kalimat itu dapat segera dimengerti oleh semua fihak. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Ucapan Ketika Anak Baru Lahir Menurut Agama Buddha

Telah menjadi tradisi dalam masyarakat Buddhis untuk membisikkan kalimat tertentu yang berhubungan dengan Ajaran Sang Buddha kepada bayi yang baru saja dilahirkan. Biasanya, kalimat tersebut adalah Tisarana atau tiga perlindungan yaitu perlindungan pada Buddha, Dhamma serta Sangha.  Selain itu, ada pula tradisi Buddhis yang membisikkan kalimat SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA, kepada bayi yang baru saja dilahirkan. Mengenalkan sebagian kalimat dalam Dhamma ini sebaiknya dilakukan bukan hanya waktu bayi telah dilahirkan namun dimulai sejak bayi masih dalam kandungan. Artinya, ketika seorang umat Buddha mengandung, ada baiknya ia sering mendengarkan CD pembacaan paritta. Tentu akan lebih baik lagi kalau selama masa kehamilan, calon ayah dan ibu tersebut rajin membaca paritta dan bermeditasi. Kebiasaan baik calon ayah dan ibu ini menjadi awal pengenalan Ajaran Sang Buddha kepada anak mereka. Diharapkan, pengenalan Dhamma di usia dini ini akan menjadi dasar perilaku anak yang penuh kebajikan

Posisi Cocok Untuk Altar Sang Buddha

Dalam tradisi Buddhis, penempatan altar Sang Buddha dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ruangan. Oleh karena itu, jika masih ada ruang di lantai tiga dan telah mendapatkan ijin dari orangtua, maka altar Sang Buddha dapat saja ditempatkan di sana. Namun, apabila dirasa lantai dua lebih sesuai untuk altar Sang Buddha, silahkan saja altar tersebut ditempatkan di lantai dua. Akan tetapi, apabila dirasa lantai satu lebih sesuai, maka boleh juga altar Sang Buddha ditempatkan di sana. Tidak masalah. Hanya saja, idealnya menurut tradisi, lantai di atas altar Sang Buddha sebaiknya tidak dipergunakan sebagai fasilitas umum sehingga orang dengan bebas dapat berlalu lalang. Sebaiknya, lantai di atas Sang Buddha adalah kamar kosong atau lemari besar atau sejenisnya. Hal ini hanya berhubungan dengan faktor penghormatan, bukan karena alasan mistis lainnya. Sedangkan untuk arah altar boleh saja dihadapkan ke pintu utama maupun arah lain sesuai dengan kondisi tempat dan ruang. Secara tradisi

Pindah Agama Menurut Agama Buddha

Kejadian pindah agama sering tampak dalam kehidupan masyarakat kehari-hari. Seorang umat Buddha karena berbagai hal kemudian menjadi umat agama lain. Demikian pula sebaliknya, mereka yang semula bukan Buddhis kemudian memilih Agama Buddha sebagai pedoman hidupnya. Dalam pandangan Buddhis, seseorang memutuskan untuk pindah agama adalah hal yang sangat wajar. Apalagi dalam Dhamma diajarkan bahwa segala sesuatu tidak kekal. Pindah agama adalah bukti ketidakkekalan dalam diri seseorang. Hal terpenting dalam pemilihan agama adalah kecocokan. Dengan demikian, diharapkan ketika seseorang telah menganut suatu agama, ia hendaknya berperilaku yang baik. Kalau bisa, ia berperilaku jauh lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan perilaku yang positif ini akan mengkondisikan masyarakat dan lingkungannya menghormati dirinya serta agama yang ia anut. Jika seseorang setelah memilih agama tertentu kemudian perilakunya menjadi lebih buruk dari sebelumnya serta ia menjadi figur yang menakutkan lingkunga

Pandangan Agama Buddha Tentang Agama Lain

Adalah kenyataan indah bahwa umat Buddha hidup dan tinggal berdampingan dengan umat beragama lain bahkan dengan mereka yang tidak beragama sekalipun. Menyikapi kondisi tersebut, umat Buddha hendaknya mampu bertindak bijaksana. Umat Buddha haruslah menyadari bahwa dasar seseorang memilih suatu agama adalah karena kecocokan, bukan karena ia telah membuktikan kebenaran agama yang telah ia pilih dan kesalahan agama yang tidak ia pilih. Kebenaran suatu agama sesungguhnya sulit untuk dibuktikan. Salah satu contoh sederhana tentang hal itu adalah keyakinan bahwa ketika meninggal dunia, seseorang dengan agama tertentu akan terlahir di surga. Keyakinan ini timbul hanya karena ada pernyataan dalam kitab suci suatu agama, bukan karena pengalaman pribadi mereka yang menjalankan agama tersebut. Oleh karena itu, hingga saat ini, kiranya belum pernah terjadi ada orang yang telah meninggal dunia kemudian ia hidup kembali untuk menceritakan kepada kerabatnya tentang pengalaman ketika ia berada di surga

Upacara Kematian Menurut Agama Buddha

Telah menjadi kebiasaan umat beragama termasuk umat Buddha untuk melakukan upacara kematian. Upacara ini mempunyai manfaat utama memberikan kondisi kebahagiaan untuk almarhum apabila ia terlahir di salah satu alam yang mampu menerima upacara pelimpahan jasa dalam perkabungan. Selain itu, upacara kematian juga memberikan manfaat untuk keluarga almahum. Biasanya kehadiran teman dan kerabat ketika seseorang sedang berduka akan menimbulkan harapan baru serta dukungan moral yang diperlukan. Dengan demikian, keluarga yang ditinggalkan akan menjadi lebih tabah dan tenang menghadapi kenyataan berpisah selamanya dengan orang yang dicintai. Upacara perkabungan dalam tradisi Buddhis boleh dilakukan setiap saat. Biasanya setelah seseorang berbuat baik, ia dapat melimpahkan jasa kebajikan kepada mereka yang sudah meninggal. Pelimpahan jasa ini bahkan bisa diulang-ulang dalam sehari. Namun, secara tradisi yang banyak berlaku dalam masyarakat, upacara perkabungan dapat dilakukan pada hari ketiga, k

Mengapa Agama Buddha harus bersujud didepan patung Buddha

Terdapat dua faktor utama pembentuk Agama Buddha. Kedua hal itu adalah Ajaran Sang Buddha yang disebut sebagai Buddha Dhamma dan tradisi yang berkembang dalam suatu masyarakat Buddhis.  Ajaran Sang Buddha membahas cara-cara untuk mengendalikan pikiran serta mengembangkan kesadaran. Mereka yang melaksanakan Ajaran Sang Buddha akan mencapai kebahagiaan di dunia, kebahagiaan setelah kehidupan ini maupun kebebasan dari kelahiran kembali. Tradisi lebih berhubungan dengan upacara ritual yang diselenggarakan oleh umat Buddha suatu daerah atau negara. Oleh karena itu, ada banyak tradisi yang berkembang dalam Agama Buddha.  Salah satu bentuk tradisi yang dijelaskan di atas adalah penggunaan arca Sang Buddha. Arca Sang Buddha dibuat setelah lama Sang Buddha wafat. Dan, karena pengaruh berbagai tradisi, arca Sang Buddha mempunyai banyak perbedaan sesuai dengan tempat arca tersebut dibuat. Arca versi Borobudur tidak sama dengan versi Tiongkok, Jepang, Thailand dsb.  Dalam konsep Buddhis, arca

Kebangkrutan Suatu Usaha Menurut Agama Buddha

Dalam pengertian Buddhis, kebahagiaan atau penderitaan hidup, kemajuan ataupun kemunduran suatu usaha sangatlah tergantung pada timbunan kamma baik orang yang mengalaminya. Jadi, ketika rumah makan ramai pengunjung, kondisi tersebut terjadi karena kamma baik keluarga yang sedang berbuah, Sebaliknya, ketika usaha rumah makan mengalami penurunan secara drastis,  karena kamma baik keluarga mulai berkurang. Oleh karena itu, secara Buddhis, untuk mengatasi kesulitan dalam usaha. Disarankan anggota keluarga memperbanyak kebajikan melalui tindakan badan, ucapan serta pikiran. Dengan rutin melakukan berbagai kebajikan, diharapkan kamma baik berbuah dalam bentuk kelancaran usaha yang mungkin bahkan melebihi tingkat penjualan sebelumnya. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Keajaiban Doa yang Terkabul Menurut Agama Buddha

Memang cukup banyak kejadian yang tampak aneh bahkan sering dikatakan 'mukjijad' sebagai hasil doa. Namun, dalam pengertian Buddhis, keadaan itu adalah sangat wajar dan tidak aneh sama sekali. Bahwa sesungguhnya seseorang dapat sembuh dari sakit karena adanya cukup banyak timbunan kamma baik atau kebajikan yang ia miliki saat itu. Apabila timbunan kebajikan yang ia miliki sudah waktunya berbuah dalam bentuk kesehatan, maka didoakan oleh siapapun juga, bahkan tanpa doa sekalipun, ia pasti akan sembuh. Namun, jikalau kamma baik yang ia miliki belum waktunya berbuah dalam bentuk kesembuhan, maka didoakan oleh ribuan orang sekalipun ia masih tetap sakit.  Seandainya memang hanya doa seseorang mampu menyembuhkan penyakit, tentunya saat ini tidak ada satu orang pun yang datang berobat ke dokter maupun dirawat di rumah sakit. Semua orang pasti telah berduyun-duyun datang untuk minta disembuhkan dengan doa. Sayangnya, apabila ada orang yang tidak sembuh ketika telah didoakan, maka bias

Karma Buruk Jika Membenci Orang Lain Menurut Agama Buddha

Mempunyai pikiran membenci sudah termasuk melakukan kamma buruk. Pikiran ini timbul dari keengganan seseorang untuk bertemu dengan hal atau orang yang tidak disukainya. Sikap membenci tanpa adanya niat mencelakai memang bukan kamma buruk yang berat. Meskipun demikian, seseorang hendaknya tetap berusaha menghindari timbulnya kebencian dalam batinnya. Disebutkan dalam Dhamma bahwa air yang selalu menetes sepanjang malam akan membuat satu tempayan penuh berisi air. Artinya, keburukan yang dilakukan sedikit demi sedikit, suatu saat juga akan menjadi besar dan menimbulkan akibat yang kurang membahagiakan untuk diri sendiri. Adapun buah kebencian yang akan diperoleh dan dirasakan kiranya serupa dengan buah kebencian yang ditanamkan kepada fihak lain. Hal ini selaras dengan Hukum Kamma bahwa ia yang menanam padi akan mendapatkan padi sebagai hasilnya. Jadi, ia yang menanam kebencian, besar kemungkinan akan mendapatkan banyak musuh dalam kehidupannya saat ini maupun di masa mendatang. Oleh kar

Donor Organ Tubuh Menurut Agama Buddha

Donor organ tubuh merupakan kamma baik atau perbuatan mulia apabila donatur telah mempunyai niat mulia tersebut ketika ia masih hidup. Hal ini disebabkan karena pengertian kamma adalah niat. Hanya ia yang masih hidup yang mempunyai niat untuk melakukan suatu perbuatan, termasuk menjadi donor organ tubuh.  Pada umumnya, hanya donor darah yang dilakukan ketika seseorang masih hidup. Memang, dalam kondisi tertentu, ada juga beberapa organ tubuh lainnya yang dapat didonorkan ketika seseorang masih hidup, misalnya kornea mata, ginjal dll. Adapun seseorang berdana organ tubuh setelah meninggal, misalnya mata atau ginjal dsb., maka tindakan ini tentu telah diniati dan disepakati oleh almarhum semasa hidupnya. Oleh karena itu, pada saat donatur mengijinkan organ tubuhnya diambil setelah ia meninggal, pada saat itu pula ia telah melakukan kamma baik. Ia tidak harus mendanakan anggota tubuhnya ketika ia masih hidup.  Dalam pengertian Buddhis, seseorang terlahir kembali dengan badan yang baru

Cara Mengajarkan Anak-anak Tentang Karma Baik

Adalah niat orangtua yang sangat baik dan mulia untuk mengajarkan perilaku sesuai Dhamma kepada anak-anak di usia dini. Kiranya semakin awal anak dikenalkan dengan Dhamma, semakin baik pula pengaruhnya untuk perkembangan batin anak di masa depan. Di usia dini, anak dapat diajarkan melakukan kebajikan yang sederhana, misalnya berbagi makanan dengan adik atau teman atau tetangganya. Anak juga dapat dibimbing untuk menolong hewan yang menderita, misalnya dengan melepas mahluk ke alam bebas atau fangsen. Anak juga dapat dianjurkan untuk menghindari pembunuhan terhadap semut, nyamuk serta binatang lemah lainnya. Tentunya masih sangat banyak perilaku baik yang dapat diajarkan orangtua kepada anak sesuai dengan kondisi yang ada, termasuk mengajarkan anak membaca paritta maupun melakuan upacara ritual Buddhis. Pendidikan kemoralan anak seperti ini memang menjadi salah satu tugas orangtua terhadap anak-anaknya.  Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Cara Mencari Pasangan Hidup Menurut Agama Buddha

Mendapatkan pasangan hidup yang baik, benar, pandai serta bijaksana adalah merupakan harapan setiap orang. Untuk mewujudkan harapan tersebut, kiranya seseorang harus meningkatkan kualitas diri terlebih dahulu sehingga ia layak mendapatkan pasangan hidup dengan kualitas sebaik itu. Ia harus mampu terlebih dahulu menjadi orang yang baik, benar, pandai serta bijaksana. Jika ia telah berhasil meningkatkan kualitas diri sendiri, maka ia hendaknya mampu bergaul dan menjalin persahabatan di lingkungan yang terdiri dari orang baik, benar, pandai serta bijaksana. Dengan pergaulan yang luas seperti ini, maka akan terbuka kemungkinan baginya untuk mendapatkan pasangan hidup yang diidamkan, atau paling tidak sahabat yang berkualitas. Jadi, pasangan hidup sesempurna seperti yang diidamkan di atas tentunya hanya bisa diperoleh mereka yang telah sempurna pula kualitas diri serta teman bergaulnya. Apabila diri sendiri kurang sempurna dan teman pergaulan juga serupa, maka jelaslah pasangan hidup maupun

Cara Bertemu dengan Sang Buddha Sakyamuni

Sang Buddha Gotama setelah wafat hampir 2600 tahun yang lalu, Beliau sudah tidak terlahirkan di manapun juga. Oleh karena itu, tidak ada aliran Agama Buddha manapun yang mampu memberikan cara jitu untuk menemui Sang Buddha. Dalam pengertian Buddhis, pertemuan secara fisik dengan Sang Buddha bukanlah hal penting. Sang Buddha pernah bersabda bahwa apabila di masa depan nanti terdapat orang yang melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan tekun, maka ia sama saja telah bertemu Sang Buddha sendiri. Dengan demikian, melaksanakan Ajaran Sang Buddha dari aliran manapun juga selama Ajaran itu menjadikan seseorang terbebas dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin maka pencapaian batin tersebut setara dengan bertemu Sang Buddha sendiri. Bahkan pada jaman Sang Buddha, sudah sangat banyak bhikkhu maupun umat yang bertemu Sang Buddha secara fisik, namun tidak banyak diantara mereka yang mencapai kesucian. Hal ini terjadi karena mereka tidak melaksanakan AjaranNya. Kondisi ini dapat disebut bahwa

Cara Berbicara dengan Bhikkhu lewat Handphone

Disebutkan dalam vinaya atau peraturan kebhikkhuan bahwa seorang bhikkhu hendaknya hanya berkomunikasi dengan wanita ketika di antara mereka ada minimal seorang pria dewasa yang mendampingi. Pria pendamping yang dimaksud di sini adalah fihak ketiga yang disebutkan dalam pertanyaan di atas. Peraturan ini dimaksudkan agar para bhikkhu dan para umat wanita yang berkomunikasi dengannya terbebas dari gossip yang tidak benar. Adapun pria dewasa pendamping tersebut hendaknya mengerti bahasa lisan maupun isyarat yang dipergunakan untuk berkomunikasi antara bhikkhu dan wanita tersebut. Walaupun terdapat peraturan itu, komunikasi melalui handphone antara bhikkhu dan umat wanita masih tetap dapat dilakukan ketika salah satu atau kedua belah fihak mempergunakan fasilitas speaker phone atau pengeras suara sehingga percakapan mereka dapat didengar oleh fihak ketiga yaitu pria pendamping bhikkhu ataupun wanita tersebut. Demikian pula pengiriman email atau surat antara bhikkhu dan umat wanita dapat

Umat Buddha tidak diajarkan untuk meminta-minta atau berdoa kepada arca Sang Buddha

Seorang umat Buddha ketika ia melakukan doa atau lebih tepatnya disebut membaca paritta, ia sesungguhnya sedang mengulang kotbah Sang Buddha. Pengulangan kotbah ini diharapkan dapat dijadikan perenungan agar dilaksanakan sebagai pedoman hidup seseorang dalam bertindak, berbicara serta berpikir sesuai dengan Ajaran Sang Buddha. Semakin banyak ia membaca paritta dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, semakin banyak pula kebajikan yang ia telah lakukan. Banyaknya kebajikan inilah yang akan memberikan kebahagiaan hidup sesuai dengan harapan. Dalam pengertian lain, kebahagiaan hidup tersebut dianggap sebagai doa atau harapan yang telah 'terkabul' Adapun Sang Buddha, dalam pengertian Buddhis, Beliau telah wafat dan tidak akan pernah terlahirkan kembali di alam manapun juga. Oleh karena itu, segala bentuk kebahagiaan maupun penderitaan seseorang disebabkan oleh timbunan kebajikan atau kamma baik yang ia miliki, bukan karena campur tangan Sang Buddha. Jadi, me

Tujuan Fangsen Bagi Umat Buddha

Fangsen atau melepaskan mahluk hidup bertujuan untuk memberikan keamanan dan kebebasan kepada mahluk yang menderita atau bahkan terancam kehidupannya. Oleh karena itu, membiarkan semut-semut bergerak bebas tanpa dibunuh adalah termasuk pelepasan mahluk atau fangsen yang sekaligus juga pelaksanaan sila pertama dari Pancasila Buddhis yang berbunyi : Aku bertekad akan melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan mahluk hidup. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Tradisi Sembahyang Leluhur Menurut Agama Buddha

Dalam masyarakat memang terdapat berbagai tata cara ritual untuk menghormat leluhur.  Seorang umat Buddha diperkenankan melaksanakan tradisi yang ada dalam masyarakat tempat ia tinggal, termasuk upacara penghormatan leluhur. Namun, dalam pandangan Buddhis, upacara untuk leluhur tersebut akan lebih bermanfaat apabila dilakukan dengan melaksanakan pelimpahan jasa yaitu berbuat baik melalui badan, ucapan serta pikiran atas nama para leluhur.  Adapun susunan paritta yang dipergunakan dalam upacara pelimpahan jasa dapat dilihat pada buku 'Paritta Suci' yang menjadi buku tuntunan puja bakti di vihara-vihara binaan Sangha Theravada Indonesia. Namun, kalau tidak mengetahui susunan paritta yang perlu dibaca, pelimpahan jasa boleh dilakukan dengan mengulang dalam batin selama beberapa saat kalimat : SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Dengan kalimat ini, para leluhur yang pernah berhubungan kamma, dimanapun mereka hidup saat ini, semoga mereka bahagia sesuai dengan kondisi kamma baik yang

Tradisi Membakar Rumah Menurut Agama Buddha

Dalam Agama Buddha, penghormatan kepada mereka yang sudah meninggal dilakukan dengan pelimpahan jasa yaitu berbuat baik atas nama mereka yang telah meninggal dunia. Sedangkan dalam tradisi dikenal adanya upacara dengan membakar rumah kertas maupun uang kertas. Mereka yang menjalani tradisi tersebut tentu menganggap pembakaran rumah kertas dan uang kertas itu bermanfaat. Sebagai umat Buddha boleh saja mengikuti tradisi membakar rumah kertas tersebut. Namun, kalau umat Buddha tidak mengikuti kebiasaan itu, sebaiknya umat juga tidak perlu merendahkan mereka yang menjalani tradisinya.

Teror Pesan Berantai Menurut Agama Buddha

Pada waktu yang lampau, ketika komunikasi masih menggunakan surat, pesan berantai ini sudah ada. Ketika saat ini sarana komunikasi berubah dengan menggunakan email maupun sms, pesan berantai inipun tidak ingin ketinggalan untuk ikut berperan aktif. Pesan berantai biasa berisi janji-janji akan memberikan kebahagiaan kalau seseorang bersedia meneruskan pesan tersebut ke banyak fihak yang dikenalnya. Pesan ini juga dilengkapi dengan upaya menakut-nakuti akan terjadinya musibah apabila pesan tersebut tidak diteruskan kepada fihak lain. Sesungguhnya sms atau email semacam ini dapat disebut sebagai 'teror' yang tidak layak untuk diteruskan kepada fihak manapun juga.  Oleh karena itu, umat Buddha hendaknya tidak membantu menyebarkan 'teror' ini. Umat Buddha hendaknya menyadari bahwa kebahagiaan maupun penderitaan yang dialami seseorang sangatlah tergantung pada banyaknya kebajikan yang telah ia lakukan dengan badan, ucapan maupun pikiran, bukan karena banyaknya sms ataupun ema

Tempat Terbaik untuk Fangsen Menurut Agama Buddha

Adalah niat yang baik untuk membiasakan diri melepas mahluk di tempat yang memungkinkan mahluk itu hidup bebas. Namun, tentu saja niat ini perlu diimbangi dengan kebijaksanaan. Artinya, kalau memang di tempat pelepasan ikan tersebut banyak terdapat pemancing, maka tentu akan lebih bijaksana apabila di lain kesempatan, dilakukan pelepasan di tempat lain yang dipastikan tidak banyak pemancingnya. Adapun ikan yang sudah dilepas apabila akhirnya terkena kail pemancing, maka keadaan tersebut adalah bagian dari buah kamma buruk ikan itu sendiri, bukan kamma buruk si pelepas ikan. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Sikap Umat Buddha Terhadap Bhikkhu yang Lepas Jubah

Di Indonesia jumlah bhikkhu tidak terlalu banyak. Oleh karena itu, setiap bhikkhu mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari umat maupun simpatisan Buddhis dibandingkan dengan para bhikkhu yang tinggal di negara Buddhis. Perhatian yang sedemikian besar itulah yang menyebabkan harapan umat Buddha juga terlalu tinggi terhadap para bhikkhu. Akibatnya, ketika ada bhikkhu lepas jubah dan kembali menjadi umat biasa, banyak umat Buddha yang sangat kecewa. Sebagian dari umat yang kecewa ini kadang kurang mampu mengendalikan pikiran, ucapan dan perbuatannya. Mereka mempergunjingkan mantan bhikkhu tersebut di setiap kesempatan dengan kata-kata yang kasar atau bahkan menghina. Padahal, seharusnya semua umat Buddha menyadari bahwa bhikkhu lepas jubah karena berbagai alasan pribadi adalah hal yang biasa. Wajar dan sesuai dengan hukum alam yaitu tidak kekal. Istilah bhikkhu lepas jubah ini kalau dalam bahasa masyarakat umum sering disebut denga 'alih professi'. Sama dengan orang yang semul

Sikap Umat Buddha Ketika Melihat Patung Buddha

Ketika umat Buddha melihat altar Sang Buddha maupun para dewa di rumah teman atau famili yang dikunjunginya, apabila memungkinkan, ia boleh saja bernamaskara atau bersujud di depan altar tersebut. Namun, kalau kondisi tempat dan situasi saat itu tidak memungkinkan untuk melakukan namaskara, maka ber-anjali saja sudah cukup. Anjali adalah merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada dan kepala ditundukkan sampai ujung jari telunjuk menyentuh pangkal hidung yang terletak di antara dua alis mata. Pada saat menghormat di depan altar Sang Buddha ataupun pada dewa, umat Buddha dapat mengucapkan berulang-ulang dalam batin kalimat : SEMOGA SEMUA MAHLUK HIDUP BERBAHAGIA. Kalimat ini berisikan harapan agar semua mahluk hidup yang tampak maupun tidak tampak, termasuk keluarga si pemilik rumah dan diri sendiri, akan selalu mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan kondisi kamma masing-masing. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Perbedaan antara Amisa Puja dengan Patipati Puja?

Amisa Puja dimengerti sebagai persembahan dalam bentuk benda yang dapat berujud bunga, dupa serta lilin atau berbagai benda lainnya. Sedangkan pengertian Patipati Puja adalah persembahan atau penghormatan dalam bentuk tindakan maupun perilaku yang sesuai dengan Ajaran Sang Buddha. Pengertian pemujaan berhala kiranya tidak ditentukan oleh bentuk atau jenis penghormatan yang dilakukan seseorang. Pemujaan berhala lebih cenderung ditinjau dari pola pikir seseorang ketika melakukan upacara ritual tertentu. Apabila seseorang menganggap benda tertentu sebagai mahluk yang dapat diajak berkomunikasi atau berkeluh kesah atas segala suka maupun duka yang ia sedang alami, maka tindakan seperti itulah yang dapat disebut sebagai penyembah berhala. Umat Buddha tidak pernah diajarkan untuk meminta-minta ketika melakukan upacara ritual di depan altar Sang Buddha. Umat Buddha hanya mengulang berbagai kotbah serta nasehat Sang Buddha. Pengulangan ini bertujuan untuk direnungkan agar dapat dijadikan pedom

Peran Ajaran Buddha di Zaman Modern

Kemajuan jaman memang bisa mengubah tatanan masyarakat maupun pola pikir seseorang. Namun, sejauh membicarakan inti Dhamma yang berisikan kurangi kejahatan, tambah kebajikan serta sucikan pikiran, maka sampai kapan pun ketiga sikap mental itu masih tetap relevan. Meskipun hidup di masa globalisasi ini, tidak mungkin kiranya masyarakat membenarkan adanya tindakan untuk menambah kejahatan, mengurangi kebajikan serta membingungkan pikiran. Justru, dengan adanya kemajuan jaman tingkat gelisahan batin dalam masyarakat semakin tinggi. Menghadapi kondisi ini, jelas pengendalian pikiran agar selalu sadar setiap saat menjadi sangat penting dan perlu. Oleh karena itu, di jaman globalisasi ini, Ajaran Sang Buddha bukan hanya relevan namun juga menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk mempersiapkan mental setiap orang menghadapi perubahan serta kenyataan hidup. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Pandangan Agama Buddha Tentang Wanita

Seperti diketahui bersama bahwa Ajaran Sang Buddha yang berusia lebih dari 2500 tahun termasuk salah satu ajaran tertua di dunia. Dan, dalam Ajaran Sang Buddha wanita dianggap sama dengan pria. Sang Buddha pernah menyampaikan bahwa wanita mempunyai kesempatan yang sama dengan pria untuk mencapai kesucian atau Nibbana. Besarnya kesempatan mencapai kesucian ini diwujudkan Sang Buddha dengan mendirikan lembaga khusus untuk wanita yaitu Sangha Bhikkhuni. Dalam catatan sejarah, Sangha Bhikkhuni adalah organisasi wanita pertama di dunia. Dengan satu contoh ini, kiranya sudah cukup untuk memberikan gambaran tentang hubungan Sang Buddha dengan emansipasi wanita. Tentu saja masih banyak contoh serupa yang bisa diperoleh dari 45 tahun Sang Buddha mengajarkan Dhamma. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Apakah boleh mendengarkan CD paritta di dalam mobil atau di kamar tidur?

Mendengarkan CD paritta bukan berarti sedang membaca paritta atau melakukan puja bakti. Oleh karena itu, seseorang boleh saja mendengarkan CD paritta di dalam mobil ataupun di kamar tidur.  Apabila seseorang mendengarkan CD paritta sebagai bagian dari upacara ritual penghormatan kepada Sang Buddha, maka tentu akan lebih baik jika dilakukan dalam posisi yang sesuai yaitu duduk tegak sambil menyatukan kedua telapak tangan di depan dada. Namun, kalau niat mendengarkan CD paritta bukanlah untuk upacara ritual namun sebagai sarana menenangkan pikiran serta mengisi pikiran dengan hal yang baik, maka CD paritta boleh didengarkan dalam posisi yang lebih bebas, misalnya di dalam mobil atau sambil berbaring di ruang tidur. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Pandangan Agama Buddha Tentang Penciptaan Alam Semesta

Seperti diketahui bahwa dalam konsep Buddhis, terjadinya alam semesta dan isinya termasuk manusia disebabkan adanya proses alam yang membutuhkan waktu sangat lama. Terjadinya alam semesta bukan karena penciptaan. Namun, hingga saat ini, misteri terjadinya alam semesta masih menimbulkan berdebatan berkepanjangan yang sesungguhnya sama-sama sulit untuk dibuktikan. Masing-masing fihak hanya berbekal pada buku agamanya sendiri. Oleh karena itu, dalam Agama Buddha daripada memikirkan asal mula terjadinya alam semesta, lebih baik seseorang meningkatkan kebajikan dengan badan, ucapan serta pikiran sepanjang hidupnya. Dengan mengembangkan kebajikan, seseorang akan mendapatkan kebahagiaan tanpa harus mengetahui terlebih dahulu asal mula terjadinya dunia maupun manusia bahkan hubungannya dengan keberadaan dinosaurus. Namun, ketika seseorang masih belum mau menerima ataupun memahami setelah dijelaskan terjadinya alam semesta sesuai dengan Ajaran Sang Buddha, maka hal itu janganlah dijadikan pemik

Mimpi Menurut Agama Buddha

Dalam pengertian Buddhis, sekitar 25% mimpi mempunyai kemungkinan bermakna, sedangkan ke 75% lainnya adalah hasil bentuk-bentuk pikiran yang tidak bermakna.  Meskipun mimpi mungkin bermakna, seorang umat Buddha hendaknya tidak perlu terlalu memikirkannya. Namun, apabila mimpi hendak dijadikan sarana perenungan agar hidup lebih berhati-hati, maka boleh saja hal ini dilakukan. Karena maksud perilaku hati-hati di sini adalah usaha seseorang meningkatkan kualitas diri agar berperilaku sesuai dengan Buddha Dhamma. Apabila sikap ini senantiasa dilakukan, tentu kebahagiaan akan dapat dirasakan tanpa harus dipengaruhi oleh mimpi terlebih dahulu. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Mimpi Bertemu dengan Orang yang Telah Meninggal Menurut Agama Buddha

Dalam pengertian Buddhis, 25% mimpi mempunyai makna, sedangkan 75% mimpi hanyalah hasil dari berbagai bentuk pikiran yang muncul saat seseorang tertidur. Dalam pertanyaan tersebut, karena mimpi serupa dialami oleh lebih dari satu orang, biasanya hal tersebut memang mempunyai makna. Mungkin keluarga yang baru saja meninggal masih teringat dengan keluarga. Oleh karena itu, biasanya setelah terbangun dari mimpi tersebut, ucapkan berkali-kali dalam batin kalimat pelimpahan jasa yaitu : SEMOGA DENGAN SEGALA KEBAJIKAN YANG TELAH DILAKUKAN SAMPAI SAAT INI AKAN MEMBUAHKAN KEBAHAGIAAN KEPADA ALMARHUM. SEMOGA ALMARHUM BERBAHAGIA. SEMOGA DEMIKIANLAH ADANYA. Diharapkan dengan pengucapkan kalimat pelimpahan jasa tersebut, almarhum akan bahagia dan terlahir kembali di alam yang lebih baik. Namun, kalau mimpi serupa masih sering terjadi, maka keluarga boleh saja melakukan pelimpahan jasa khusus yaitu sengaja berbuat baik berulang-ulang atas nama almarhum. Perbuatan baik ini dapat berupa pembebasan ma

Mengapa Jalan Mulia Berunsur Delapan dikatakan sebagai jalan satu-satunya untuk mencapai Nibbana?

Nibbana atau kesucian dalam Ajaran Sang Buddha dimengerti sebagai hilangnya kemelekatan yang timbul akibat pikiran dikotori oleh ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Upaya pembersihan secara total ketiga penyebab kemelekatan dilakukan dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan Mulia ini merupakan sistematika perubahan perilaku yang diawali dari perubahan perilaku badan dan ucapan yang kemudian ditingkatkan pada pengendalian pikiran. Sistematika yang disampaikan Sang Buddha ini telah terbukti mengantarkan banyak orang mencapai kesucian atau Nibbana sejak jaman Sang Buddha sampai saat ini. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Menabung Uang di Bank Menurut Agama Buddha

Dalam pengertian Buddhis, paling tidak ada lima usaha yang sebaiknya dihindari yaitu : 1. Menjual barang yang berpotensi dipergunakan untuk membunuh mahluk lain 2. Memperdagangkan manusia sebagai budak dan usaha ini mengandung unsur paksaan. Di sini usaha jasa TKI yang dilakukan dengan kesepakatan dan tanpa paksaan boleh dilakukan oleh umat Buddha. 3. Menjualbelikan hewan yang akan disembelih untuk dimakan 4. Memperdagangkan minuman keras yang memabukkan 5. Menjualbelikan racun  Dari lima usaha yang tidak baik itu, kiranya tidak ada satupun yang menyebutkan tentang larangan membungakan uang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam Agama Buddha usaha perbankan dan sejenisnya boleh saja dilakukan asalkan tidak melanggar undang-undang negara tempat seseorang tinggal. Selain tidak melanggar hukum, besaran bunga pinjaman hendaknya juga berdasarkan kesepakatan yang dilakukan secara baik-baik oleh fihak-fihak yang terlibat. Tanpa adanya unsur pemaksaan. Meskipun demikian, umat

Mati Suri Menurut Agama Buddha

Dalam konsep Buddhis, kematian terjadi apabila kesadaran sudah tidak ada lagi dalam tubuh. Kondisi ini dapat dibaca dalam Riwayat Hidup Sang Buddha. Beliau pada akhir kehidupanNya, banyak orang menduga Beliau sudah meninggal. Namun, salah seorang murid Beliau yang mampu mengetahui keberadaan kesadaran seseorang menyatakan bahwa Beliau masih hidup bahkan Beliau dalam tahap-tahap meditasi yang tertinggi. Setelah pada akhirnya kesadaran Beliau tidak ada lagi dalam tubuh, barulah Sang Buddha dinyatakan mangkat atau wafat. Dengan demikian, ketika seseorang terbaring tanpa reaksi sehingga dinyatakan secara medis sebagai 'mati suri' maupun 'mati klinis', apabila kesadaran masih ada dalam dirinya, maka orang itu masih disebut hidup dan belum mati atau belum terlahirkan kembali. Dalam konsep Buddhis, mati suri maupun mati klinis bisa diterima keberadaannya dalam arti memang ia belum mati. Kondisi ini mungkin akan berlanjut kematian atau mungkin ia kembali hidup dan sehat seperti

Manfaat Nama Buddhis Dalam Agama Buddha

Dalam tradisi Buddhis dikenal adanya upacara visudhi upasaka / upasika. Upacara ini menandai tekad seseorang untuk menjadi umat Buddha yang berusaha dengan tekun melaksanakan Ajaran Sang Buddha. Upasaka adalah istilah untuk umat Buddha pria. Upasika adalah istilah untuk umat Buddha wanita. Pada umumnya, bhikkhu yang melakukan visudhi upasaka upasika akan memberikan nama Buddhis kepada para upasaka upasika baru. Pemberian nama Buddhis ini sering dimaksudkan agar para upasaka upasika mempunyai tujuan hidup sesuai Dhamma. Misal, seorang upasaka diberi nama Dhammanando. Nama ini terdiri dari dua kata yaitu Dhamma yang berarti kebenaran dan Anando atau Ananda adalah nama murid setia Sang Buddha. Dengan demikian, upasaka yang diberi nama Dhammanando diharapkan menjadi murid Sang Buddha yang selalu setia dengan Ajaran Sang Buddha. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Makna Tahi Lalat Menurut Agama Buddha

Dalam masyarakat luas memang dikenal adanya kepercayaan bahwa posisi tahi lalat di bagian badan tertentu akan mempunyai makna tertentu pula. Bahkan, kadang posisi tahi lalat tertentu dipercaya dapat membawa keberuntungan maupun penderitaan untuk pemiliknya. Menurut Ajaran Sang Buddha, kebahagiaan maupun penderitaan seseorang bukanlah ditentukan oleh saat atau tahun kelahiran, ataupun bentuk badan, maupun posisi tahi lalat di tubuh maupun di wajahnya. Kehidupan seseorang akan berbahagia atau menderita sesuai dengan banyaknya kebajikan yang ia miliki. Semakin banyak kebajikan yang telah dilakukan dengan badan, ucapan maupun pikiran, semakin bahagia pula hidup yang ia jalani tanpa harus memperhatikan keberadaan tahi lalat maupun tanda-tanda lain di tubuhnya. Meskipun demikian, apabila ada umat Buddha yang merasa ragu dengan makna keberadaan tahi lalat di bagian tubuh tertentu, ia boleh saja meminta bantuan ahli kecantikan untuk menghilangkannya. Tentu saja harus dimengerti bahwa hilangnya

Kuah Lupa Ingatan Menurut Agama Buddha

Dalam masyarakat memang cukup banyak tersebar kisah-kisah dahsyat tentang perjalanan ke surga, neraka maupun berbagai alam kehidupan lainnya. Dari banyak sumber dapatlah diketahui bahwa kisah-kisah hebat tersebut cenderung bertujuan untuk pembelajaran agar umat manusia menghindari kejahatan serta berusaha memperbanyak kebajikan. Berbagai kisah menarik tersebut ternyata tidak selalu benar-benar terjadi. Dengan perkataan lain, kisah itu adalah karya tulis atau karangan dari para leluhur. Adapun pembahasan tentang 'kuah lupa ingatan' yang diminum sebelum mahluk dilahirkan sebagai manusia, kiranya kisah itu untuk menunjukkan bahwa kemampuan manusia sangatlah terbatas untuk mengingat kehidupan lampau yang pernah dijalaninya. Namun, saat ini keterbatasan ingatan masa lalu tersebut sedikit demi sedikit telah mampu diatasi. Dewasa ini sudah cukup banyak orang yang mampu mengingat kehidupan lampau diri sendiri maupun orang lain.  Untuk meningkatkan kemampuan mengingat kehidupan lampau,

Kenapa Kitab Suci Tripitaka Belum di Terjemahkan ke Bahasa Indonesia

Kitab Suci Agama Buddha yang disebut Tipitaka memuat hampir seluruh Ajaran Sang Buddha yang disampaikan selama 45 tahun. Disebutkan bahwa seluruh isi Tipitaka adalah 84.000 ceramah Dhamma Sang Buddha. Oleh karena sedemikian banyak isi Tipitaka, maka tentu membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menerjemahkannya. Saat ini, sedikit demi sedikit Tipitaka sudah mulai diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Tentunya, pada saatnya nanti akan tersedia Tipitaka dalam Bahasa Indonesia yang lengkap. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Kegagalan Dalam Hidup Menurut Agama Buddha

Dalam pemikiran Buddhis, kegagalan atau hasil yang tidak sesuai dengan harapan tidak selalu kamma yang menjadi penyebab. Apalagi menyalahkan kamma dari kehidupan lampau. Dalam banyak permasalahan, sebenarnya cara-cara seseorang bersikap atau bekerja itulah yang menyebabkan terjadinya kegagalan. Oleh karena itu, seseorang boleh saja merasa telah belajar dengan baik. Ia juga merasa mampu menjawab dengan benar semua soal ujian yang diberikan. Namun, masalah yang paling penting untuk dipikirkan di sini adalah apakah jawaban yang diberikan tersebut sudah benar dan sesuai dengan harapan dosen yang bersangkutan ? Kalau memang benar dan sesuai, tentulah ia akan termasuk siswa yang lulus. Sedangkan, kalau jawaban atas soal ujian hanya dianggap benar oleh diri sendiri namun oleh dosen dinyatakan tidak benar, maka tentu hasilnya tidak lulus. Jadi, dengan perkataan lain, kebenaran suatu jawaban atas soal ujian bukanlah ditentukan oleh diri sendiri saja melainkan juga oleh harapan yang dimiliki dos

Karma Baik Minta Maaf Sama Orang Tua Menurut Agama Buddha

Adalah salah satu kewajiban anak untuk menghormat dan berbakti kepada orangtua. Menghormati orangtua dengan sikap badan, ucapan serta pikiran adalah termasuk kamma baik atau kebajikan. Sebagai anak juga amat baik apabila melakukan sujud atau namakara kepada orangtua sambil meminta maaf apabila ada kesalahan yang pernah dilakukan anak terhadap orangtua. Bersujud kepada orangtua adalah kamma baik yang sangat besar. Sedemikian besarnya kamma baik tersebut sehingga mampu mengkondisikan kamma baik yang lain berbuah sesuai dengan harapan. Dengan demikian, anak yang sering menghormat orangtuanya cenderung akan lebih banyak merasakan kebahagiaan sebagai buah kamma baik. Adapun tentang kamma buruk yang telah dimiliki anak, apabila ia sering menghormat orangtua, maka kamma buruk itu terkondisi untuk tidak muncul, namun bukan terhapuskan. Hanya saja, apabila kebajikan terus dilakukan, penghormatan selalu dikerjakan dan keburukan dihentikan, maka kamma baik akan mampu 'menenggelamkan' kamm

Jumlah Hewan yang ingi di Fangsen Menurut Agama Buddha

Dalam tradisi pelepasan mahluk, kadang memang ada yang menyarankan untuk melepaskan mahluk dalam jumlah atau jenis tertentu. Hal ini sering dikaitkan antara niat awal pelepasan mahluk tersebut dengan Hukum Sebab dan Akibat. Mereka yang menanam padi akan mendapatkan padi; mereka yang ingin panen mangga, mereka hendaknya menanam mangga. Jadi, misal mereka yang ingin mendapatkan kesehatan serta umur panjang, maka mereka diharapkan melepaskan kura-kura atau penyu yang dipercaya sebagai hewan panjang usia sebagai lambang kesehatan. Sedangkan, mereka yang ingin mendapatkan pasangan hidup, mereka disarankan untuk melepaskan belut dalam jumlah genap. Serta masih banyak kebiasaan sejenis lainnya. Namun, dalam tradisi Buddhis, pelepasan mahluk dapat dilakukan terhadap segala jenis hewan, dengan jumlah yang bebas dan kapan saja bisa dilakukan. Karena, apapun hewan yang dilepas, berapapun jumlahnya dan kapanpun hewan itu dilepas, semua adalah merupakan kebajikan. Dan, kebajikan itulah yang akan me

Inti Ajaran Sang Buddha

Inti Ajaran Sang Buddha menyebutkan tiga hal yang wajib dilakukan umat Buddha yaitu mengurangi kejahatan, menambah kebajikan serta membersihkan pikiran dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Dengan demikian, jelas tampak bahwa tata susila dan moralitas termasuk dalam kurangi kejahatan serta menambah kebajikan.  Dalam pelaksanaan sehari-hari, menambah kebajikan serta mengurangi kejahatan masih merupakan tindakan badan saja. Hal itu belum mencukupi. Banyak tindakan badan yang baik namun didasari dengan pikiran yang kurang baik. Misal, menolong orang demi mendapatkan nama baik atau pujian. Oleh karena itu, diperlukan kuajiban ketiga yaitu membersihkan pikiran. Apabila pikiran baik, otomatis semua perilaku dengan badan maupun ucapan akan baik pula. Pengendalian pikiran inilah yang menjadikan Ajaran Sang Buddha bukan hanya berisikan tata susila serta moralitas saja. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Cara Menjadi Murid Sang Buddha

Perlu diketahui bahwa dalam pengertian Buddhis, menyatakan diri sebagai murid Sang Buddha bukan berarti ia telah benar-benar menjadi murid Sang Buddha serta layak mendapatkan pengakuan dari Sang Buddha. Menyatakan diri sebagai murid Sang Buddha harus dibuktikan terlebih dahulu dengan ketekunan melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Ketika hasil pelaksanaan Dhamma yang tekun ini menimbulkan pengertian Dhamma atau bahkan pencapaian tingkat kesucian tertentu, maka pada saat itulah ia baru benar-benar menjadi murid Sang Buddha. Dalam tahap seperti ini, ia sudah tidak lagi mengharapkan pengakuan Sang Buddha. Ia menyadari bahwa harapan mendapatkan pengakuan adalah bentuk ketamakan. Ia menyadari bahwa dalam Ajaran Sang Buddha tidak ada mentalitas 'berbuat baik demi mendapatkan pahala atau pengakuan'. Pencapaian pengertian Dhamma seperti inilah yang menjadi wujud nyata perilaku murid Sang Buddha yang baik. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Cara Mengucapkan Tekad atau Adithana dalam Agama Buddha

Dalam tradisi Buddhis, umat Buddha boleh mengucapkan tekad atau adithana agar tindakan kebajikan yang ia lakukan akan membuahkan kebahagiaan dalam bentuk tertentu sesuai dengan harapan. Salah satu contoh tekad yang dimaksudkan adalah mengucapkan kalimat dalam batin : "Semoga dengan kebajikan yang telah dilakukan sampai saat ini, saya akan mendapatkan kebahagiaan dalam bentuk kesehatan dan keselamatan. Semoga demikianlah adanya. Semoga semua mahluk berbahagia." Tekad ini biasanya cukup diucapkan dalam batin saja. Namun, umumnya, tekad ini disampaikan di depan altar Sang Buddha. Penggunaan altar pada saat mengucapkan tekad diharapkan mampu memperkuat semangat untuk mewujudkan tekad yang telah disebutkan. Oleh karena itu, setelah bertekad, umat Buddha bukan hanya berdiam diri menantikan hasil yang diharapkan. Tidak demikian. Umat Buddha harus terus berusaha setiap saat mengembangkan kebajikan serta melakukan tindakan yang selayaknya untuk mewujudkan tekad yang telah diucapkannya

Cara Menghapus Karma Buruk Menurut Agama Buddha

Dalam pengertian Buddhis, suatu perbuatan yang telah dilakukan (kamma), pada waktunya nanti pasti akan memberikan hasil. Ibarat orang menanam, maka pada waktunya ia akan memetik panennya. Oleh karena itu, apabila seseorang telah terlanjur berbuat buruk atau kamma buruk, maka ia hendaknya segera menghentikan perilaku itu dan berusaha mengembangkan kebajikan sebanyak mungkin. Dengan demikian, ibarat garam satu sendok dalam secangkir air. Apabila dituang air terus menerus hingga satu guci, maka garam sesendok tadi menjadi tidak ada rasanya lagi. Dalam contoh ini, garam melambangkan keburukan yang pernah dilakukan dan ketika dihentikan, jumlahnya menjadi tetap. Sedangkan air melambangkan kebajikan yang apabila diteruskan serta diperbanyak akan mampu mengurangi rasa garam atau penderitaan yang akan terjadi akibat buah kamma buruk yang pernah dilakukan. Dari contoh di atas kiranya sudah jelas bahwa kamma buruk tidak dapat dihapuskan melainkan dilemahkan atau diringankan kekuatan hasilnya. Un

Cara Mengendalikan Pikiran Menurut Agama Buddha

Dalam Dhamma disebutkan bahwa pikiran adalah pelopor segalanya. Suka dan duka adalah hasil dari pikiran sendiri. Oleh karena itu, ketika seseorang mampu mengatur dan mengendalikan pikiran, ia pun akan mampu mengatasi suka maupun duka. Hanya saja, tentu tidak mudah untuk mengendalikan pikiran. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Perlu kesabaran, waktu, ketekunan dan semangat untuk berusaha. Salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan mengendalikan pikiran adalah berlatih meditasi. Ada dua jenis meditasi yang dikenal yaitu meditasi konsentrasi dan meditasi mengembangkan kesadaran. Kedua jenis meditasi ini saling membantu untuk meningkatkan pengendalian pikiran. Agar mampu mengendalikan pikiran, seseorang pada awalnya perlu berlatih meditasi konsentrasi. Meditasi ini dilakukan dengan upaya penuh berkonsentrasi pada obyek yang telah ditentukan, misalnya merasakan proses masuk dan keluarnya pernafasan yang mengalir secara alamiah. Apabila pikiran telah mampu berkonsentrasi, maka per

Cara Mengajarkan Ajaran Buddha Pada Orang yang Bertanya

Memang sudah menjadi kenyataan bahwa semakin hari semakin banyak orang ingin mendalami Ajaran Sang Buddha. Peningkatan minat ini dipicu karena masyarakat telah mengerti bahwa seseorang mendalami serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha, ia tidak harus menjadi umat Buddha. Ia masih tetap dapat melaksanakan atau menganut ajaran agama yang sebelumnya. Ajaran Sang Buddha menjadi tambahan peningkatan kebajikan dengan badan, ucapan serta pikiran. Dalam menjawab pertanyaan awal orang yang ingin mengetahui secara singkat Ajaran Sang Buddha, kiranya sudah benar apabila memberikan kepadanya inti Dhamma yaitu kurangi kejahatan, tambah kebajikan serta membersihkan pikiran dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Namun, agar mereka dapat belajar Dhamma lebih banyak lagi, mereka boleh saja disarankan untuk mendalami Empat Kesunyataan Mulia. Dalam banyak sumber Dhamma disebutkan bahwa Empat Kesunyataan Mulia yang menjadi kotbah pertama Sang Buddha sebenarnya adalah dasar seluruh Ajaran Beliau.

Cara Mengajak Orang Tua Mengenal Dhamma Sang Buddha

Adalah merupakan kamma yang luar biasa baik apabila sebagai anak mampu mengenalkan Buddha Dhamma kepada orangtua. Bahkan disebutkan dalam Dhamma, jasa kebajikan anak mengenalkan Dhamma kepada orangtua ini melebihi jasa kebajikan yang dapat dilakukan anak dengan menggendong kedua orangtua kemanapun ia pergi selama seratus tahun ! Sungguh kebajikan yang tiada tara. Oleh karena itu, umat Buddha hendaknya selalu berusaha mengenalkan Buddha Dhamma kepada orangtua masingmasing. Dengan demikian, anak mengkondisikan orangtua mencapai kebebasan dari ketamakan, kebencian maupun kegelapan batin dalam kehidupan ini maupun kehidupankehidupan yang selanjutnya.  Agar orangtua mengenal Dhamma, kondisikan mereka terlebih dahulu mendengarkan Dhamma di rumah sebelum mengajak mereka ke vihara terdekat. Artinya, bawalah berbagai pembabaran Dhamma ke dalam rumah dalam bentuk CD, VCD maupun DVD ceramah Dhamma yang begitu mudah diperoleh di bursa vihara terdekat. Dengan sering memperdengarkan berbagai media

Cara membuat altar tempat penghormatan Sang Buddha

Niat untuk membuat altar tempat penghormatan Sang Buddha di rumah adalah niat baik. Untuk itu, biasanya diperlukan satu Buddharupang atau arca Sang Buddha. Buddharupang ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya membeli di toko yang menyediakannya ataupun memesan dari pengerajin arca batu yang banyak terdapat di berbagai kota, atau dari sumber-sumber lain. Setelah mendapatkan Buddharupang, letakkanlah Buddharupang tersebut di tempat yang agak tinggi. Tentu akan lebih baik apabila mempergunakan meja yang dibuat khusus untuk altar. Penempatan Buddharupang boleh dilakukan sendiri. Pada umumnya, di sisi dinding tempat Buddharupang berada, diusahakan tidak ada benda lain yang lebih tinggi dari Buddharupang, termasuk jam dinding, lukisan, foto dsb. Tujuan peletakan Buddharupang di tempat yang tertinggi dalam satu sisi dinding ini adalah untuk menunjukkan sikap penghormatan dan penghargaan atas jasa serta perjuangan Sang Buddha dalam membabarkan Ajaran yang indah pada awalnya, indah p

Cara Berdoa Menurut Agama Buddha

Seorang umat Buddha bisa saja berdoa. Namun, hendaknya dimengerti bahwa doa dalam Agama Buddha adalah mengulang dan merenungkan kotbah Sang Buddha yang dikenal dengan istilah 'membaca paritta'. Jadi, doa dalam Agama Buddha bukanlah berisi permintaan ataupun permohonan kepada fihak tertentu. Pada saat seseorang membaca paritta boleh saja ia menghindari orang lain agar tidak mengetahuinya. Namun, pada prinsipnya, secara Buddhis pembacaan paritta adalah kamma baik yang boleh saja diketahui orang. Bahkan, pada saat membaca paritta, umat Buddha sebaiknya mengajak orang lain untuk bersama-sama membaca dan merenungkan arti paritta agar dapat dijadikan pedoman hidup sehari-hari. Diharapkan dengan melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari akan terwujudlah kebahagiaan lahir batin. Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf

Cara Berbuat Karma Baik Ketika Sibuk Kerja

Janganlah lupa bahwa kebajikan atau kamma baik dapat dilakukan SETIAP SAAT dengan badan, ucapan dan juga pikiran. Misalnya, seseorang sedang berjalan pulang dari tempat kerja, ia melihat seorang tua rabun dan lemah kesulitan menyeberang jalan raya yang ramai kendaraan. Dalam kondisi ini, ia bisa saja membantu membimbing orang tua tersebut untuk menyeberang. Tindakan seperti ini sudah termasuk kamma baik. Contoh lain, selama seseorang bekerja atau berkumpul sepanjang hari dengan teman kerja, ia bisa saja menjaga ucapan yang keluar dari bibirnya agar selalu memberikan kebahagiaan dan kegembiraan untuk orang-orang yang berada di lingkungannya. Katakatanya selalu terbebas dari makian maupun bentakan. Tindakan ini sudah dapat disebut sebagai kamma baik melalui ucapan. Selain itu, ketika seseorang sedang duduk, berjalan, berdiri maupun berbaring, ia dapat selalu berusaha menjaga kebersihan pikiran dengan selalu mengucapkan kalimat cinta kasih yaitu SEMOGA SEMUA MAHLUK BERBAHAGIA. Dengan demi

Bolehkan Umat Buddha Curhat Terhadap Arca Sang Buddha

Umat Buddha tentunya sama dengan umat beragama lain yaitu mempunyai masa-masa bahagia maupun menderita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, umat Buddha mempunyai cara yang berbeda untuk menanggapi semua kenyataan hidup tersebut. Umat Buddha mengerti dan menyadari bahwa timbulnya segala suka dan duka dalam kehidupan adalah karena pikiran sendiri. Ia akan berbahagia ketika keinginannya tercapai. Sebaliknya, ia akan menderita ketika keinginan tidak tercapai. Dengan demikian, timbulnya semua perasaan suka dan duka sangatlah tergantung pada keinginan sendiri. Apabila keinginan dapat dikendalikan, tentu suka dan duka pun dapat dikuasai. Untuk itulah, umat Buddha harus rajin berlatih meditasi mengembangkan kesadaran agar ia selalu waspada atas segala bentuk pikiran yang muncul. Kesadaran terus menerus setiap saat inilah yang akan mampu mewujudkan ketenangan serta kebahagiaan lahir dan batin. Adapun keinginan berbagi kisah dengan (arca) Sang Buddha, bisa saja dilakukan oleh umat wal