Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Sabda Sang Buddha Tentang bebas dari kesedihan

Suatu waktu ketika Mahakassapa Thera tinggal di gua Pipphali, beliau menghabiskan waktunya untuk mengembangkan kesadaran batin aloka kasina dan mencoba untuk memperoleh kemampuan batin mata dewa, mengetahui siapa yang waspada dan siapa yang lengah, juga siapa yang mati dan akan dilahirkan.  Sang Buddha, dari vihara, mengetahui melalui kemampuan batin mata dewa Beliau, apa yang dikerjakan oleh Mahakassapa Thera dan ingin mengingatkan bahwa apa yang dia lakukan hanyalah menghabiskan waktu. Maka Beliau menampakkan diri di depan thera tersebut dan bekata, "Anakku Kassapa, jumlah kelahiran dan kematian makhluk hidup tak terhitung dan tak dapat dihitung. Hal ini bukan tugasmu; hal ini adalah tugas para Buddha".  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 28 berikut ini:  Bilamana orang bijaksana telah mengatasi kelengahan dengan kewaspadaan,  maka ia akan bebas dari kesedihan,  seakan memanjat menara kebijaksanaan dan memandang orangorang yang menderita di sekelilingnya,  seper

Sabda Sang Buddha Tentang pelindung bagi diri sendiri

Kisah Ibu Dari Kumarakassapa  DHAMMAPADA XII : 160 Suatu ketika, seorang wanita muda yang telah menikah meminta izin kepada suaminya untuk menjadi seorang bhikkhuni. Karena ketidak-tahuannya, ia bergabung dengan bhikkhuni-bhikkhuni yang menjadi pengikut Devadatta. Wanita ini sedang mengandung sebelum ia menjadi bhikkhuni, tetapi pada saat itu ia tidak takut akan akibatnya. Dengan berjalannya waktu, kehamilannya terlihat oleh bhikkhuni-bhikkhuni lain. Mengira ia telah melakukan perbuatan yang melanggar vinaya, mereka membawa permasalahan itu kepada guru mereka, Devadatta. Devadatta menyuruh wanita itu kembali ke hidup berumah-tangga.  Kemudian wanita muda ini mengatakan kepada bhikkhuni-bhikkhuni lainnya, "Saya tidak berniat menjadi bhikkhuni muridnya Devadatta, saya datang kemari merupakan suatu kesalahan. Tolong antarkan saya ke Vihara Jetavana, bawa saya menghadap Sang Buddha". Kemudian ia datang menghadap Sang Buddha. Sang Buddha mengetahui kalau ia telah menga

Sabda Sang Buddha Tentang orang yang paling mulia

Kisah Sariputta Thera  DHAMMAPADA VII : 97 Tiga puluh bhikkhu dari sebuah desa datang ke Vihara Jetavana untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengetahui bahwa telah tiba waktunya bagi bhikkhu-bhikkhu tersebut untuk mencapai tingkat kesucian arahat. Beliau mengundang Sariputta dan di hadapan bhikkhu-bhikkhu itu, Beliau bertanya, "Anak-Ku, Sariputta, apakah kamu dapat menerima kenyataan bahwa dengan cara bermeditasi, seseorang dapat merealisasi nibbana?" Sariputta menjawab, "Bhante, berkaitan dengan perealisasian nibbana dengan meditasi, saya menerima hal itu bukan karena saya percaya kepada-Mu. Pertanyaan itu hanya bagi seseorang yang belum berhasil merealisasi nibbana, yang menerima kenyataan dari orang lain". Jawaban Sariputta tidak dapat dimengerti secara tepat oleh para bhikkhu. Mereka berpikir:"Sariputta belum melenyapkan pandangan salah, sampai saat ini, ia belum memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha". Kemudian S

Sabda Sang Buddha Tentang orang kikir

Kisah Pemberian Dana Yang Tiada Taranya  DHAMMAPADA XIII : 177 Suatu saat raja memberi dana makanan kepada Sang Buddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya dalam jumlah besar. Saingan-saingannya, yang bersaing dengannya, telah mengatur upacara pemberian dana yang lainnya dalam jumlah yang lebih besar dari raja. Jadi, raja dan para saingannya bersaing dalam pemberian dana. Akhirnya, Ratu Mallika memikirkan sebuah rencana. Untuk melaksanakan rencana ini, ia meminta raja membangun sebuah paviliun besar. Berikutnya, ia meminta lima ratus buah payung putih dan lima ratus ekor gajah jinak. Kelima ratus ekor gajah tersebut akan menahan kelima ratus buah payung putih memayungi lima ratus bhikkhu. Ditengah paviliun, mereka membuat sepuluh perahu yang telah diisi dengan wewangian dan dupa. Di sana juga terdapat dua ratus lima puluh orang putri yang akan mengipasi kelima ratus orang bhikkhu tersebut. Sedangkan saingan-saingan raja tidak memiliki putri-putri, payung-payung putih, ataupun gajah-gajah,

Sabda Sang Buddha Tentang niat melakukan kejahatan

Kisah Kukkutamitta   DHAMMAPADA IX : 124  Di Rajagaha terdapat seorang putri orang kaya yang telah mencapai tingkat kesucian sotapatti pada usia yang masih muda. Suatu hari, Kukkutamitta, seorang pemburu datang ke kota dengan kereta untuk menjual daging rusa. Melihat Kukkutamitta, si pemburu itu, wanita kaya yang masih muda ini jatuh hati seketika.  Dia mengikuti Kukkutamitta, menikah dengannya dan berumah tangga di sebuah desa kecil. Dari hasil perkawinannya, lahirlah tujuh orang anak laki-laki, dan setelah tiba waktunya semua anak mereka menikah.  Suatu hari, Sang Buddha meninjau sekeliling alam kehidupan pada dini hari dengan kemampuan batin luar biasa-Nya. Beliau menemukan bahwa si pemburu, ketujuh putranya dan istri-istri mereka sudah memiliki kesiapan batin untuk mencapai tingkat kesucian sotapatti.  Paginya, Sang Buddha pergi ke tempat di mana pemburu telah menyusun perangkap buruannya di dalam hutan. Sang Buddha meletakkan jejak kaki Beliau di dekat perangkap, lalu du

Sabda Sang Buddha Tentang nafsu keinginan (tanha)

Kisah Seorang Thera Yang Pernah Terlahir Sebagai Pandai Emas   DHAMMAPADA XX : 285  Ada seorang pemuda tampan, anak dari seorang pandai emas, ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh Sariputta Thera. Sariputta Thera memberikan sebuah perwujudan mayat yang menjijikkan sebagai objek meditasi bagi bhikkhu baru itu. Sambil membawa objek meditasi itu ia pergi ke sebuah hutan dan berlatih meditasi di sana; namun dia hanya mencapai sedikit kemajuan. Akhirnya ia kembali untuk kedua kalinya kepada Sariputta Thera untuk memohon petunjuk lebih lanjut. Meskipun demikian, ia masih saja belum mencapai kemajuan. Kemudian Sariputta Thera membawa bhikkhu muda itu menghadap Sang Buddha dan menceritakan semuanya tentang bhikkhu muda itu.  Sang Buddha mengetahui bahwa bhikkhu muda itu adalah anak dari seorang pandai emas, dan juga ia pernah terlahir di keluarga pandai emas selama 500 kali kehidupannya yang lampau. Kemudian Sang Buddha mengganti objek meditasinya dari mayat yang menjijikkan menjadi objek kes

Sabda Sang Buddha Tentang munculnya seorang Buddha

Kisah Raja Naga Erakapatta  DHAMMAPADA XIV : 182 Ada seekor raja naga yang bernama Erakapatta. Dalam salah satu kehidupannya yang lampau selama masa Buddha Kasapa ia telah menjadi seorang bhikkhu untuk waktu yang lama. Karena gelisah (kukkucca) ia telah melakukan pelanggaranpelanggaran kecil selama itu, dan ia terlahir sebagai seekor naga. Sebagai seekor naga, ia menunggu munculnya seorang Buddha baru. Erapkapatta memiliki seorang putri yang cantik, dan ia memanfaatkannya untuk tujuan menemukan Sang Buddha. Ia membuat putrinya terkenal sehingga siapapun yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sang putri berhak memperistrinya. Dua kali dalam sebulan, Erakapatta membuat putrinya menari di udara terbuka dan mengumandangkan pertanyaan-pertanyaannya. Banyak pelamar yang datang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan berharap memilikinya, tetapi tak seorangpun dapat memberikan jawaban yang benar. Suatu hari, Sang Buddha melihat seorang pemuda yang bernama Uttara dalam pandangan-Nya.

Sabda Sang Buddha Tentang mensucikan orang lain

Kisah Upasaka Culakala   DHAMMAPADA XII : 165  Culakala adalah seorang upasaka yang sangat mentaati peraturan uposatha, pada hari-hari tertentu dan tinggal sepanjang malam di Vihara Jetavana, untuk mendengarkan uraian Dhamma. Keesokan pagi harinya, ketika ia mencuci muka di kolam dekat vihara, beberapa pencuri meninggalkan seberkas barang curian di dekatnya. Pemilik barang melihat Culakala berada dekat barang-barangnya yang dicuri. Mengira Culakala adalah pencurinya, ia memukulnya dengan keras. Untunglah beberapa pelayan wanita yang datang untuk mengambil air dan menyatakan bahwa mereka mengenalinya, bahwa ia bukanlah pencuri. Kemudian Culakala dilepaskan. Ketika Sang Buddha mendengar hal tersebut, Beliau berkata kepada Culakala, "Kamu dilepaskan tidak hanya karena pelayan-pelayan wanita berkata bahwa kamu bukanlah pencuri, tetapi juga karena kamu tidak mencuri dan oleh sebab itu kamu tidak bersalah. Barangsiapa yang berbuat jahat akan ke alam nereka (niraya), tetapi barangs

Sabda Sang Buddha Tentang menghormati dan menghargai orang yang lebih tua

Kisah Ayuvaddhanakumara  DHAMMAPADA VIII : 109 Suatu waktu terdapat dua orang pertapa yang tinggal bersama, mempraktekkan pertapaan yang keras (tapacaranam) selama bertahun-tahun lamanya. Kemudian, satu di antara dua pertapa itu meninggalkan kehidupan bertapa dan menikah. Setelah seorang anak laki-lakinya lahir, keluarga tersebut mengunjungi pertapa tua temannya dan memberi hormat kepadanya. Kepada kedua orang tua anak itu sang pertapa berkata, "Semoga kalian panjang umur", tetapi dia tidak berkata apa-apa kepada si anak. Kedua orang tua tersebut bingung dan menanyakan kepada pertapa, apakah alasannya ia tidak berkata apa-apa kepada anak itu. Sang pertapa berkata kepada mereka bahwa anak tersebut hanya akan hidup tujuh hari lagi dan ia tidak tahu bagaimana untuk mencegah kematiannya, tetapi Buddha Gotama mungkin tahu bagaimana cara mencegahnya. Kemudian orang tua tersebut membawa anaknya menghadap Sang Buddha; ketika mereka memberi hormat kepada Sang Buddha, Beliau j

Sabda Sang Buddha Tentang menghina ajaran mulia

Kisah Kala Thera  DHAMMAPADA XII : 164  Di Savatthi ada seorang wanita tua yang melayani seorang Thera bernama Kala seperti putranya sendiri. Suatu hari, wanita tua ini mendengar dari tetangganya mengenai kebaikan hati Sang Buddha, ia sangat berharap untuk pergi ke Vihara Jetavana dan mendengarkan khotbah Sang Buddha. Lalu ia mengatakan kepada Kala Thera tentang harapannya tersebut, tetapi Kala Thera menasehatinya untuk tidak melakukan hal itu. Tiga kali wanita tersebut mengatakan kepada Kala Thera mengenai keinginannya tersebut, tetapi Kala Thera selalu mencegahnya.   Pada suatu hari, dengan tidak mengindahkan larangannya, wanita itu memutuskan untuk pergi ke vihara. Setelah meminta putrinya untuk menyediakan kebutuhan Kala Thera, ia meninggalkan rumahnya. Ketika Kala Thera datang saat berkeliling pindapatta, ia mengetahui wanita tersebut telah pergi ke Vihara Jetavana.  Kemudian ia berpikir, "Kemungkinan wanita di rumah ini telah hilang kepercayaannya kepada saya". 

Sabda Sang Buddha Tentang menghentikan perbuatan-perbuatan jahat

Kisah Enam Bhikkhu DHAMMAPADA XVII : 231, 232, 233, 234 Enam bhikkhu dengan mengenakan sandal kayu, serta masing-masing memegang tongkat pada kedua tangannya, berjalan mondar-mandir pada sebuah batu yang besar, sehingga menimbulkan suara keras. Sang Buddha mendengar suara ribut itu dan bertanya kepada Ananda Thera, apa yang terjadi. Ananda Thera menjelaskan perihal perilaku enam bhikkhu tersebut. Kemudian Sang Buddha melarang para bhikkhu untuk menggunakan sandal kayu. Selanjutnya Beliau menganjurkan para bhikkhu agar mengendalikan diri mereka; baik dalam ucapan maupun perbuatannya.  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 231, 232, 233 dan 234 berikut ini:  Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan jasmani,  hendaklah ia selalu mengendalikan jasmaninya.  Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui jasmani,  hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani.   Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan ucapan,  hendaklah ia mengendalikan ucapannya.

Sabda Sang Buddha Tentang menganut pandangan-pandangan salah

Kisah Seorang Bhikkhu Muda  DHAMMAPADA XIII: 167  Suatu saat seorang bhikkhu muda menemani seorang bhikkhu tua menuju ke rumah Visakha. Setelah menerima dana makanan, bhikkhu tua pergi ke tempat lain, meninggalkan bhikkhu muda di rumah Visakha. Cucu perempuan Visakha sedang menyaring air untuk bhikkhu muda. Ketika ia melihat bayangannya sendiri pada panci besar ia tersenyum. Melihat ia tersenyum, bhikkhu muda menatapnya dan balas tersenyum.  Ketika ia melihat bhikkhu muda itu menatapnya dan tersenyum kepadanya, ia menjadi marah, dan menangis lalu berkata, "Kamu, kepala gundul! Mengapa kau tersenyum padaku?"  Sang bhikkhu muda menjawab, "Dirimu adalah kepala gundul, ayah dan ibumu juga berkepala gundul!"  Kemudian, mereka bertengkar, dan sang gadis dengan bercucuran air mata pergi kepada neneknya.  Visakha datang dan berkata kepada bhikkhu muda, "Tolong janganlah marah kepada cucu saya. Bukankah seorang bhikkhu memang berkepala gundul, kuku tangan dan

Sabda Sang Buddha Tentang mengakhiri penderitaan

Kisah Lima Ratus Bhikkhu  DHAMMAPADA XX : 273, 274, 275, 276  Lima ratus bhikkhu, setelah mengikuti Sang Buddha ke sebuah desa, pulang ke Vihara Jetavana. Sore harinya mereka berbicara tentang perjalanannya, khususnya tentang keadaan tanah, apakah datar atau berbukit, lembek atau berbatu, dan lainnya.  Sang Buddha menghampiri mereka, seraya berkata, "Para bhikkhu, jalan yang kalian bicarakan adalah keadaan di luar diri kalian. Seorang bhikkhu seharusnya hanya terpusat pada 'jalan utama' (jalan Ariya) dan berusaha keras berbuat sesuai dengan 'Jalan Ariya' yang membimbing kita merealisasi kedamaian abadi (nibbana)".  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 273, 274, 275 dan 276 berikut ini:    Diantara semua jalan,  maka "Jalan Mulia Berfaktor Delapan" adalah yang  terbaik;  diantara semua kebenaran,  maka "Empat Kebenaran Mulia" adalah yang terbaik.  Kebebasan dari nafsu adalah yang terbaik;  dan diantara semua makhluk hidup,  maka

Sabda Sang Buddha Tentang mengajari orang lain

Kisah Padhanikatissa Thera  DHAMMAPADA XII : 159  Padhanikatissa Thera, setelah memperoleh pelajaran meditasi dari Sang Buddha, tinggal di hutan bersama 500 bhikhhu lainnya. Di sana, ia memberitahu para bhikkhu agar menjaga perhatian dan tekun berlatih meditasi. Setelah memperingatkan bhikkhu yang lain, ia sendiri berbaring dan tidur. Bhikkhu-bhikkhu muda melatih meditasi seperti yang diberitahukan kepada mereka. Mereka berlatih meditasi selama saat jaga pertama. Ketika tiba saat tidur bagi mereka, Padhanikatissa bangun, dan memberitahu mereka agar kembali bermeditasi. Ketika mereka selesai berlatih meditasi saat jaga kedua dan ketiga, Padhanikatissa juga mengatakan hal yang sama kepada mereka.  Selama ia bertingkah laku dengan cara tersebut di atas, bhikkhu-bhikkhu muda tidak pernah merasa tentram, dan mereka juga tidak dapat berkonsentrasi pada saat latihan meditasi atau bahkan dalam melafalkan bacaan.  Suatu hari, mereka memutuskan untuk menyelidiki apakah guru mereka benarb

Sabda Sang Buddha Tentang menerima makanan dari orang lain

 Kisah Para Bhikkhu  Yang Tinggal Di Tepi Sungai Vaggumuda  DHAMMAPADA XXII : 308  Waktu itu, sedang terjadi kelaparan di negeri kaum Vajji. Untuk memungkinkan mereka mendapat makanan yang cukup, para bhikkhu menampilkan diri seolah-olah mereka telah mencapai tingkat kesucian, meskipun sesungguhnya mereka belum mencapainya. Karena masyarakat desa mempercayai dan menghormati mereka, maka masyarakat mempersembahkan banyak makanan kepada para bhikkhu dan hanya menyisakan sangat sedikit bagi mereka sendiri.  Pada akhir masa vassa, sebagaimana telah terjadi kebiasaan, para bhikkhu dari semua bagian negeri datang untuk memberi hormat kepada Sang Buddha. Para bhikkhu dari tepi Sungai Vaggumuda juga datang. Mereka kelihatan sehat dan segar sedangkan para bhikkhu yang lain terlihat pucat dan lusuh. Sang Buddha berkata kepada semua bhikkhu, menanyakan bagaimana mereka mendapat makanan selama menjalani masa vassa. Kepada para bhikkhu dari tepi Sungai Vaggumuda, Sang Buddha bertanya secara

Sabda Sang Buddha Tentang mencintai kehidupan

Kisah Kelompok Enam Bhikkhu  DHAMMAPADA X : 130  Beberapa saat setelah kejadian pertama di atas, kedua kelompok bhikkhu yang sama sedang berada pada suatu tempat. Setelah larangan untuk memukul sesama bhikkhu ditetapkan, kelompok enam bhikkhu melakukan ancaman terhadap kelompok tujuh belas bhikkhu dengan cara mengangkat tangan mereka. Kelompok tujuh belas bhikkhu yang lebih junior daripada kelompok enam bhikkhu lari ketakutan.  Sang Buddha mendengar hal ini, Beliau menetapkan peraturan bahwa para bhikkhu dilarang mengangkat tangannya untuk mengancam.  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 130 berikut:  Semua orang takut akan hukuman; semua orang mencintai kehidupan.  Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri,  hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan.  Artikel ini bagian dari kategori Kisah Dhammapada Untuk kamu yang ingin membaca semua artikel, silakan download versi ebook ini, Kisah Dhammapada.pdf .

Sabda Sang Buddha Tentang mencela orang

Kisah Atula Seorang Umat Awam   DHAMMAPADA XVII : 227, 228, 229, 230 Suatu saat Atula bersama dengan 500 orang temannya, mengunjungi Revata Thera, dengan harapan dapat mendengarkan Dhamma. Revata Thera yang pendiam seperti seekor singa tidak mengatakan apapun pada mereka. Atula dan teman-temannya sangat tidak puas dan kemudian pergi menghadap Sariputta Thera. Saat Sariputta Thera mengetahui mengapa mereka datang ke hadapannya, beliau menjelaskan Abhidhamma secara mendalam. Apa yang dijelaskan Sariputta Thera juga bukanlah yang mereka harapkan, dan mereka mengeluh bahwa Sariputta Thera terlalu panjang dan terlalu mendalam.  Kemudian Atula dan rombongannya mendekati Ananda Thera. Ananda Thera menjelaskan pada mereka sedikit tentang inti dari ajaran Dhamma. Kali itu, mereka menilai bahwa penjelasan Ananda Thera terlalu singkat dan kurang lengkap.  Akhirnya mereka menghadap Sang Buddha dan berkata kepada Beliau, "Bhante, kami datang untuk mendengarkan ajaran-Mu. Kami telah me

Sabda Sang Buddha Tentang mencari-cari kesalahan orang lain

Kisah Ujjhanasanni Thera  DHAMMAPADA XVIII : 253  Ujjhanasanni Thera selalu mencari kesalahan dan membicarakan hal-hal buruk tentang orang lain. Bhikkhu-bhikkhu lain melaporkan hal ini kepada Sang Buddha.  Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, jika seseorang menemukan kesalahan orang lain kemudian memberitahukan hal-hal yang benar, maka itu bukanlah perbuatan jahat, dan tidak dapat disalahkan. Tetapi, jika seseorang selalu mencari kesalahan orang lain dan membicarakan hal-hal buruk tentang orang lain hanya karena dengki dan iri hati, ia tidak akan mencapai konsentrasi dan pencerapan mental (jhana). Ia tidak akan bisa memahami Dhamma dan kekotoran batinnya (asava) akan bertambah".  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 253 berikut:    Barangsiapa yang selalu memperhatikan dan mencari-cari kesalahan orang lain,  maka kekotoran batin dalam dirinya akan bertambah  dan ia semakin jauh dari penghancuran kekotoran-kekotoran batin.  Artikel ini bagian dari kategori Kisah D

Sabda Sang Buddha Tentang menaklukkan Mara

Kisah Tiga Puluh Bhikkhu  DHAMMAPADA XIII : 175  Suatu saat tiga puluh bhikkhu datang untuk memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Ketika mereka masuk, Y.A. Ananda, yang berada di samping Sang Buddha, meninggalkan ruangan dan menunggu di luar. Setelah beberapa waktu, Ananda Thera masuk, tetapi dia bertanya kepada Sang Buddha kemana para bhikkhu itu telah pergi.  Kemudian Sang Buddha menjawab, "Ananda, kesemua bhikkhu itu, setelah mendengar khotbah saya, telah mencapai tingkat kesucian arahat, dan dengan kemampuan batin luar biasa, mereka meninggalkan ruang ini dengan terbang di udara".  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 175 berikut:    Kawanan angsa terbang menuju matahari,  orang-orang yang memiliki kekuatan gaib terbang di udara.  Orang bijaksana berjalan menuju kesucian  setelah menaklukkan Mara beserta bala tentaranya.  Artikel ini bagian dari kategori Kisah Dhammapada Untuk kamu yang ingin membaca semua artikel, silakan download versi ebook ini, Kisah

Sabda Sang Buddha Tentang menahan kemarahan

Kisah Seorang Bhikkhu DHAMMAPADA XVII : 222 Suatu ketika, seorang bhikkhu dari Alavi hendak membangun sebuah vihara untuk dirinya sendiri, dan ia pun mulai menebang sebuah pohon. Dewa yang mendiami pohon tersebut (Rukkha Deva), mencoba untuk mencegahnya, dengan alasan bahwa ia dan bayinya tak tahu kemana lagi harus tinggal. Gagal menghentikan perbuatan sang bhikkhu, kemudian dewa itu meletakkan anaknya pada sebuah dahan, berharap bahwa hal itu akan membuat sang bhikkhu berhenti menebang. Namun, bhikkhu tersebut terlanjur mengayunkan kapaknya dan ia tidak dapat menghentikannya seketika, dan tanpa sengaja memotong lengan anak tersebut. Melihat bayinya terluka, sang ibu menjadi marah dan bermaksud membunuh bhikkhu tersebut. Ketika ia mulai mengangkat kedua tangannya untuk menyerang, tiba-tiba ia berhenti dan berpikir, "Bila aku membunuh seorang bhikkhu, berarti aku membunuh seseorang yang menjalankan peraturan moral (sila). Hal ini akan membuat aku menderita di alam neraka (nir

Sabda Sang Buddha Tentang memukul brahmana

Kisah Sariputta Thera  DHAMMAPADA XXVI : 389, 390  Y.A. Sariputta sering dipuji oleh banyak orang karena kesabaran dan pengendalian dirinya. Murid-muridnya biasa membicarakannya demikian: "Guru kita adalah orang yang memiliki kesabaran yang tinggi dan pengendalian diri yang luar biasa. Jika beliau diperlakukan kasar atau bahkan dipukul oleh orang lain, beliau tidak menjadi marah tetapi tetap tenang dan sabar".  Karena pembicaraan mengenai Y.A. Sariputta ini sering terjadi, seorang brahmana yang mempunyai pandangan salah mengumumkan kepada para pengagum Sariputta bahwa ia akan memancing kemarahan Y.A. Sariputta.  Pada saat Y.A. Sariputta sedang berpindapatta, muncullah brahmana tersebut menghampiri beliau dari belakang dan memukul punggung beliau dengan keras menggunakan tangan. Sang thera tidak berbalik untuk melihat siapa yang telah menyerangnya, tetapi meneruskan perjalanannya seolah-olah tidak ada apapun yang terjadi. Melihat keluhuran dan ketabahan dari sang ther

Sabda Sang Buddha Tentang menganut pandangan salah

Kisah Murid-murid Para Pertapa Bukan Pengikut Buddha   DHAMMAPADA XXII : 318, 319  Murid-murid dari pertapa-pertapa Titthi tidak ingin anak-anak mereka bermain dengan anak-anak pengikut Sang Buddha.  Mereka sering berkata kepada anak-anaknya, "Jangan pergi ke Vihara Jetavana, jangan memberi hormat kepada para bhikkhu dari suku Sakya!"  Suatu ketika, anak-anak laki Titthi tersebut sedang bermain dengan seorang anak laki-laki Buddhis di dekat pintu masuk Vihara Jetavana, mereka merasa sangat haus. Karena anak-anak dari murid-murid pertapa Titthi telah diberitahu oleh orang tua mereka untuk tidak memasuki vihara Buddha, mereka meminta anak laki-laki Buddhis itu untuk pergi ke vihara dan membawakan air untuk mereka. Anak laki-laki Buddhis tersebut pergi masuk ke vihara, memberi hormat kepada Sang Buddha. Setelah minum, ia menceritakan kepada Sang Buddha tentang teman-temannya yang dilarang oleh orang tua mereka untuk memasuki vihara Buddha.  Sang Buddha berkata kepada a

Sabda Sang Buddha Tentang memperoleh nama harum dan kekayaan

Kisah Citta, Si Perumah Tangga  DHAMMAPADA XXI : 303  Citta, setelah mendengarkan Dhamma yang diuraikan oleh Yang Ariya Sariputta, mencapai tingkat kesucian anagami. Suatu hari, Citta mengisi penuh lima ratus keretanya dengan makanan dan persembahan lainnya untuk diberikan kepada Sang Buddha serta murid-murid Beliau. Ia berangkat menuju Savatthi bersama rombongan pengikutnya yang berjumlah tiga ribu orang. Mereka berjalan menempuh jarak satu yojana setiap hari, dan tiba di Savatthi pada akhir bulan. Kemudian Citta pergi bersama lima ratus pengiringnya menuju Vihara Jetavana. Ketika ia sedang memberi penghormatan kepada Sang Buddha, bunga-bunga berjatuhan dengan menakjubkan dari atas seperti hujan. Citta tinggal di vihara itu selama sebulan penuh, mempersembahkan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, serta memberi makanan kepada rombongannya yang berjumlah tiga ribu orang. Setiap kali, dewa-dewa mengisi kembali persediaan makanan dan persembahan lainnya.  Pada malam ha

Sabda Sang Buddha Tentang memperoleh kebahagiaan

Kisah Perbuatan Lampau Sang Buddha  DHAMMAPADA XXI : 290  Suatu ketika, musibah kelaparan melanda kota Vesali, diawali dengan musim kering yang lama dan keras. Akibat kekeringan itu hampir semua panen gagal dan banyak orang meninggal dunia karena kelaparan. Hal ini diikuti oleh penyebaran wabah penyakit. Karena masyarakat tidak lagi mampu menangani pembuangan mayat-mayat, maka bau busuk di udara menyebar ke mana-mana. Bau busuk ini menarik perhatian para raksasa. Penduduk Vesali menghadapi musibah kehancuran yang ditimbulkan oleh kelaparan, penyakit dan juga kehadiran para raksasa. Dalam kesedihan dan penderitaannya, mereka mencoba mencari perlindungan. Mereka berpikir untuk mencari bantuan dari berbagai sumber, namun akhirnya mereka memutuskan untuk mengundang Sang Buddha.  Serombongan utusan dipimpin oleh Mahali, seorang pangeran suku Licchavi, dan putra brahmana kepala dikirim ke Raja Bimbisara untuk memohon Sang Buddha berkenan melakukan kunjungan ke Vesali, dan menolong mere

Sabda Sang Buddha Tentang mempelajari Dhamma

Kisah Laludayi  DHAMMAPADA XVIII : 241  Di Savatthi, banyak orang memberikan pujian setelah mendengar khotbah-khotbah dari dua Murid Utama, Sariputta Thera dan Maha Moggallana Thera.  Suatu ketika, Laludayi, setelah mendengar pujian mereka. Ia berkata kepada orang-orang tersebut bahwa mereka akan mengatakan hal yang sama tentang dirinya setelah mendengar khotbah-khotbahnya. Mendengar hal itu, Laludayi diminta untuk menyampaikan suatu khotbah. Ia naik ke panggung khotbah tetapi ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Maka ia meminta para pendengar untuk mempersilakan bhikkhu yang lain terlebih dahulu dan ia akan mengambil giliran berikutnya. Dengan cara yang sama, ia menunda sampai tiga kali.  Para pendengar kehilangan kesabaran dan berteriak, "Engkau orang bodoh! Ketika kami memuji kedua Murid Utama engkau membual bahwa engkau bisa berkhotbah seperti mereka. Mengapa engkau tidak berkhotbah sekarang?"  Laludayi melarikan diri dan kerumunan orang tesebut mengejarny

Sabda Sang Buddha Tentang membersihkan noda-noda yang ada dalam diri

Kisah Seorang Brahmana  DHAMMAPADA XVIII : 239  Suatu saat seorang brahmana menyaksikan sekelompok bhikkhu sedang membenahi jubah, ketika mereka mempersiapkan diri memasuki kota untuk menerima dana makanan. Sementara menyaksikan, ia melihat bahwa jubah beberapa bhikkhu tersebut menyentuh tanah dan menjadi basah oleh embun yang terdapat di rerumputan. Maka ia membersihkan bidang tanah itu.  Hari berikutnya, ia melihat bahwa jubah para bhikkhu menyentuh tanah lumpur, jubah tersebut menjadi kotor. Maka ia menutupi tanah tersebut dengan pasir. Kemudian pula, ia memperhatikan bahwa para bhikkhu akan berkeringat saat matahari bersinar dan menjadi basah saat hujan turun. Akhirnya, ia membangun sebuah rumah peristirahatan untuk para bhikkhu di tempat di mana mereka berkumpul sebelum memasuki kota untuk menerima dana makanan.  Ketika bangunan tersebut telah selesai, ia mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu untuk menerima dana makanan. Brahmana tersebut menjelaskan kepada Sang Buddha b

Sabda Sang Buddha Tentang memberi nasehat

Kisah Bhikkhu Asaji Dan Punabbasuka  DHAMMAPADA VI : 77  Bhikkhu Asaji dan Punabbasuka bersama dengan lima ratus orang muridnya tinggal di desa Kitagiri. Ketika bertempat-tinggal di desa itu, mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menanam bunga dan pohon buah-buahan untuk kepentingan mereka. Jadi mereka melanggar peraturan dasar bagi kehidupan para bhikkhu.  Setelah Sang Buddha mendengar hal itu, Beliau mengirimkan dua orang siswa utama-Nya, Sariputta dan Maha Moggallana, untuk menghentikan perbuatan mereka yang tidak patut.  Kepada kedua siswa utama-Nya Sang Buddha berkata, "Katakan kepada para bhikhu itu, jangan merusak keyakinan dan kemurahan hati umat awam dengan perbuatan yang tidak patut. Jika mereka tidak patuh, paksalah mereka untuk keluar dari vihara, jangan ragu-ragu untuk melakukan seperti apa yang telah Saya katakan kepadamu. Hanya orang bodoh tidak menyukai orang yang memberikan nasehat baik dan melarang berbuat jahat".  Kemudian Sang Buddha memb

Sabda Sang Buddha Tentang membangun vihara

Kisah Nandiya  DHAMMAPADA XVI : 219, 220   Nandiya adalah seorang kaya berasal dari Baranasi. Setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha tentang manfaat membangun vihara-vihara untuk para bhikkhu, Nandiya membangun Vihara Mahavihara di Isipatana. Bangunan tersebut dipersembahkan kepada Sang Buddha, sebuah rumah besar muncul untuk Nandiya di alam Surga Tavatimsa.  Suatu hari, ketika Maha Moggallana Thera mengunjungi alam Surga Tavatimsa, dia melihat sebuah rumah besar diperuntukkan bagi pendana Vihara Mahavihara di Isipatana.  Setelah kembali dari alam Surga Tavatimsa, Maha Moggallana Thera bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante! Untuk mereka yang melakukan perbuatan baik, apakah mereka akan mempunyai rumah besar dan kekayaan lain tersedia di alam surga, meskipun mereka masih hidup di dunia ini?"  Kepadanya Sang Buddha berkata, "Anak-Ku, mengapa kamu bertanya hal itu? Apakah kamu tidak melihat rumah besar dan kekayaan menunggu untuk Nandiya di alam Surga Tavatimsa?

Sabda Sang Buddha Tentang memandang dunia

Kisah Lima Ratus Bhikkhu  DHAMMAPADA XIII: 170  Pada suatu saat, lima ratus bhikkhu, setelah memperoleh pelajaran meditasi dari Sang Buddha, pergi masuk ke hutan untuk melatih meditasi. Tetapi mereka mendapat kemajuan yang sangat sedikit, sehingga mereka kembali kepada Sang Buddha untuk menanyakan objek meditasi yang lebih cocok. Dalam perjalanan menghadap Sang Buddha, mereka melihat fatamorgana, kemudian bermeditasi tentang hal itu. Segera setelah mereka memasuki halaman vihara, terjadi angin besar, hujan besar turun, gelembung-gelembung terbentuk di permukaan tanah dan segera para bhikkhu merenung, "Tubuh kami ini tidak kekal seperti gelembung-gelembung tadi", dan merasakan ketidak-kekalan dari kumpulankumpulan itu (khandha).  Sang Buddha melihat mereka dari kamar-Nya yang harum dan terus menerus memancarkan cahaya, serta menerangi batin mereka.  Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 170 berikut:    Barangsiapa dapat memandang dunia ini seperti ia melihat busa at

Sabda Sang Buddha Tentang melenyapkan nafsu keinginan, kesombongan

Kisah Bhaddiya Thera, Si Orang Pendek  DHAMMAPADA XXI : 294, 295  Suatu ketika beberapa bhikkhu datang berkunjung dan memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana. Ketika mereka bersama Sang Buddha, Lakundaka Bhaddiya kebetulan lewat tidak jauh dari mereka.  Sang Buddha meminta mereka untuk memperhatikan Thera yang pendek itu dan berkata kepada mereka, "Para bhikkhu, lihatlah kepada Thera itu. Ia telah membunuh kedua ayah dan ibunya, dan setelah membunuh orang tuanya ia pergi tanpa penderitaan lagi".  Para bhikkhu tidak dapat mengerti pernyataan yang telah diucapkan oleh Sang Buddha. Karena itu mereka memohon kepada Sang Buddha untuk menjelaskannya dan Beliau berkenan menjelaskan artinya.  Pernyataan di atas dibuat oleh Sang Buddha berkaitan dengan kehidupan arahat, yang telah melenyapkan nafsu keinginan, kesombongan, pandangan salah, dan kemelekatan pada indria dan objek indria. Sang Buddha telah membuat pernyataan metaforis. Istilah "ibu" dan &q

Sabda Sang Buddha Tentang melatih orang lain

Kisah Upananda Sakyaputta Thera   DHAMMAPADA XII : 158  Upananda adalah seorang pengkhotbah yang sangat pandai. Ia memberikan pelajaran kepada orang lain untuk tidak tamak, dan hanya memiliki sedikit keinginan. Ia pun berbicara dengan fasih tentang manfaat kepuasan, kehematan dan praktek hidup sederhana. Akan tetapi ia tidak pernah mempraktekkan apa yang diajarkannya kepada orang lain. Ia mengambil untuk dirinya sendiri seluruh jubah dan keperluan-keperluan lain yang diberikan oleh umat.  Suatu ketika Upananda pergi ke sebuah vihara desa sesaat sebelum tiba masa vassa. Beberapa bhikkhu muda terkesan oleh kepandaiannya memberi khotbah, dan meminta kepadanya untuk bervassa di vihara mereka. Ia menanyakan kepada mereka berapa jubah biasanya yang diterima setiap bhikkhu sebagai dana pada saat akhir masa vassa di vihara mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka biasanya menerima satu jubah untuk tiap bhikkhu. Maka ia tidak jadi menetap di vihara tersebut, tetapi ia meninggalkan sandalnya

Sabda Sang Buddha Tentang melaksanakan Dhamma dengan sungguh-sungguh

Kisah Samanera Sukha   DHAMMAPADA X : 145  Sukha menjadi samanera pada usia 7 tahun dan ditahbiskan oleh Sariputta Thera. Setelah 8 hari menjadi samanera, ia bersama Sariputta Thera pergi berpindapatta. Ketika sedang berjalan berkeliling mereka melihat para petani sedang mengairi sawahnya, para pemanah sedang meluruskan anak panah, dan beberapa tukang kayu sedang membuat roda pedati, dan sebagainya.  Setelah melihat semua ini, ia bertanya kepada Sariputta Thera, apakah hal-hal (barang-barang) itu dapat diarahkan ke sesuatu tujuan tertentu sesuai dengan keinginan seseorang, atau dapat dibuat menjadi sesuatu sesuai dengan keinginan seseorang.  Sang thera menjawab memang demikian. Kemudian samanera muda memahami bahwa dengan demikian tidak ada alasan mengapa seseorang tidak dapat mengendalikan batinnya, serta melatih "Meditasi Ketenangan" dan "Meditasi Pandangan Terang".  Kemudian, ia meminta izin kepada Sariputta Thera untuk pulang kembali ke vihara. Di sana

Sabda Sang Buddha Tentang Meditasi Ketenangan dan Pandangan Terang

Kisah Tiga Puluh Bhikkhu DHAMMAPADA XXVI : 384 Pada suatu kesempatan, tiga puluh bhikkhu datang memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Y.A. Sariputta, yang mengetahui bahwa waktu itu adalah saat yang matang dan sesuai bagi para bhikkhu tersebut untuk mencapai tingkat kesucian arahat, mendekati Sang Buddha dan bertanya, semata-mata hanya untuk kepentingan para bhikkhu tersebut. Pertanyaannya berbunyi demikian, "Apakah yang dimaksud dengan dua Dhamma?" Terhadap pertanyaan demikian, Sang Buddha menjawab, "Sariputta! 'Meditasi Ketenangan dan Meditasi Pandangan Terang' adalah dua Dhamma tersebut". Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 384 berikut:  Bila seorang brahmana telah mencapai akhir daripada dua jalan samadhi (pelaksanaan Meditasi Ketenangan dan Pandangan Terang),  maka semua belenggu akan terlepas dari dirinya.  Karena mengerti dan telah memiliki pengetahuan,  ia bebas dari semua ikatan.    Tiga puluh bhikkhu mencapai tingkat kesucian a

Sabda Sang Buddha Tentang meditasi kebijaksanaan

Kisah Potthila Thera   DHAMMAPADA XX : 282  Potthila adalah seorang bhikkhu senior yang memahami semua teori Dhamma yang telah diajarkan oleh Sang Buddha dengan baik dan sering mengajarkan Dhamma kepada lima ratus bhikkhu dengan bersungguhsungguh. Pemahamannya itu menjadikan ia sangat sombong. Sang Buddha mengetahui kekurangan itu, dan menginginkan Potthila memperbaiki sikapnya serta mengarahkannya ke jalan yang benar.  Maka kapan pun Potthila datang untuk memberi hormat, Sang Buddha memanggilnya dengan "Potthila yang tak berguna". Saat Potthila mendengar panggilan itu, ia merenungkan kata-kata Sang Buddha dan menyadari bahwa Sang Buddha menyebutnya demikian karena ia tidak pernah berusaha dengan serius dalam berlatih meditasi dan belum mencapai tingkat kesucian ataupun pencapaian jhana.  Lalu tanpa mengatakan kepada siapa pun, Potthila Thera pergi ke suatu tempat yang letaknya 20 yojana dari Vihara Jetavana. Di tempat itu terdapat 30 bhikkhu. Pertama, ia mendatangi b

Sabda Sang Buddha Tentang masuk ke neraka

Kisah Sundari, Pertapa Wanita Pengembara   DHAMMAPADA XXII : 306  Pada saat jumlah orang-orang yang menghormat Sang Buddha meningkat, pertapa-pertapa bukan Buddhis mendapatkan jumlah pengikut mereka semakin berkurang. Oleh karena itu mereka menjadi sangat iri hati terhadap Sang Buddha. Mereka juga takut bahwa keadaan akan semakin buruk jika mereka tidak melakukan sesuatu untuk merusak nama baik Sang Buddha. Kemudian mereka mengundang Sundari, dan berkata kepadanya, "Sundari, kamu adalah seorang wanita muda yang cantik dan pintar. Kami menginginkan kamu membuat malu Samana Gotama dengan mengatakan kepada banyak orang bahwa kamu telah berhubungan kelamin dengannya. Dengan melakukan hal ini citra baiknya akan rusak, pengikutnya akan berkurang sehingga banyak orang yang akan datang kepada kita. Buatlah penampilan yang terbaik dan pandai-pandailah".  Sundari mengerti apa yang diharapkan darinya. Kemudian pada malam hari, dia pergi ke Vihara Jetavana.  Ketika dia ditanya k