Langsung ke konten utama

Me­ngapa ada orang kaya dan miskin, pandai dan bodoh, lahir sempurna dan cacat?

Dikarenakan dalam Bud­dhis­me mengakui adanya kehidupan lampau, maka tidak ada kesulitan se­dikit pun bagi umat Buddha untuk me­mahami serta menerangkan ra­hasia kehidupan di dunia ini. Me­ngapa ada orang kaya dan miskin, pandai dan bodoh, lahir sempurna dan cacat, ada yg hidupnya sengsara dan sejahtera, dan lain-lain.

Dengan mengacu pada kehidupan lampau, pertanyaan-pertanyaan seba­gaimana yang dikemukakan diatas dapat terjawab secara benar. Karena setiap makhluk di dunia ini, apapun wujudnya pernah terlahirkan dalam kehidupan lampau, maka sudah tentu mereka juga pernah melakukan per­buatan-perbuatan berupa tindakan, ucapan, dan pikiran; yang baik mau­pun buruk. Perbuatan-perbuatan ini­lah, yang dalam Buddhisme secara khas disebut "Karma", yang menjadi salah satu sebab bagi mereka untuk me­­nerima segala keadaan sebagai­ma­na yang dialami pada kehidupan yang sekarang ini.

"Semua makhluk memiliki, me­warisi, terlahir, berhubungan, dan ter­lindung oleh karmanya sendiri. Kar­ma lah yang membedakan makhluk hidup menjadi rendah atau mulia," demikian sabda Sang Buddha.

Berdasarkan hukum karma setiap makhluk bertanggung jawab sendiri atas segala perbuatan yang pernah di­laku­kannya. Hanya diri sendirilah yang harus bertanggung jawab atas aki­bat perbuatan jahat yang pernah dilakukannya.
Jelas bahwa apakah seseorang ter­lahirkan sebagai orang cacat ataupun sempurna, sengsara atau sejahtera, mis­kin atau kaya, bodoh atau pandai, menderita atau bahagia; semua itu sa­ma sekali bukanlah karena takdir, ko­drat atau nasib.

Sudah tentu bahwa segala macam keadaan yang dialami umat manusia itu juga bukanlah karena keputusan sewenang-wenang suatu makhluk adi kodrati.

"Mereka yang mempunyai mata bis­a melihat pemandangan yang me­ngenaskan, mengapa makhluk adi ko­drati tidak menciptakan kehidupan dengan benar? Jika kemahakua­saan­nya yang nirbatas bisa menahan, me­ngapa dia begitu enggan mengulur­kan berkah, anugerah? Mengapa se­mua makhluk ciptaannya banyak yang terkutuk dalam penderitaan? Me­ngapa dia tidak melimpahkan mereka dengan kebahagian secara merata? Mengapa penipuan, dan kebohongan masih merajalela?"

Albert Einstein berkomentar: " Jika makhluk adi kodrati itu maha­kua­sa, maka setiap kejadian termasuk tinda­kan, pikiran, perasaan dan gag­a­san umat manusia juga merupakan kar­yanya. Lalu bagaimana mungkin umat manusia bertanggung jawab atas tin­dakan dan pemikirannya di­hadapkan makhluk adi kodrati seperti itu?"

Sebagaimana yang telah di bi­carakan secara ringkas diawal, jelas bahwa menurut Buddhisme, karma lah yang menjadi salah satu sebab adanya berbagai macam perbe­daan keadaan kehidupan umat manu­sia.

Dalam Cula Kammavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya, Sutta Pitaka, dapat dijumpai suatu ulasan yang ter­perinci tentang sebab itu. Atas perta­nyaan pemuda Subha, Sang Buddha bersabda: " Duhai pemuda, seorang la­ki-laki atau perempuan yang membunuh makhluk hidup, bersifat kejam, tangannya penuh dengan da­rah, suka membantai atau tidak ber­welas asih terhadap makhluk hidup; setelah kematiannya, ia niscaya akan terlahirkan kembali dalam Alam Ke­merosotan, Alam Kesengsa­raan, Alam Kejatuhan, atau Alam Neraka karena karma yang diperbuatnya itu. Kalaupun seandainya tidak terlahir­kan di alam semacam itu tetapi ter­lahirkan di Alam Manusia, ia akan me­miliki usia kehidupan yang sing­kat, inilah perbuatan yang menyebab­kan suatu makhluk berumur pendek. Sebaliknya, duhai pemuda, seorang yang menghindari pembunuhan, yang telah meninggalkan cambuk dan senjata, yang penuh perhatian dan cin­ta kasih serta menolong makhluk hidup; setelah kematiannya, ia nisca­ya akan terlahirkan kembali dalam Alam Surga ( Sugati) karena karma yang diperbuatnya itu. Kalaupun seandainya tidak terlahirkan dialam semacam itu tetapi terlahirkan di Alam Manusia, ia akan memiliki usia kehidupan yang panjang. Inilah per­buatan yang menyebabkan suatu makhluk berumur panjang."

"Ia yang menganiaya, menyiksa, menyakiti, atau mencelakai makhluk lain dengan tangan, bongkahan batu, tongkat, atau senjata; setelah kema­tiannya, niscaya ia akan terlahirkan kembali dalam alam apaya, duggati, vinipata, atau niraya..., ia cenderung akan ditimpa berbagai macam pe­nyakit. Inilah perbuatan yang menye­babkan suatu makhluk dirundung ba­nyak penyakit.

Sebaliknya ia yang berpantang dari penganiayaan, pe­nyik­saan, me­nyakiti atau mencelakai makhluk hidup dengan tangan, bong­kahan batu, tongkat atau senjata; se­talah kematiannya, niscaya ia akan terlahirkan dalam Alam Surga, ia tidak akan  ditimpa banyak penyakit. Inilah perbuatan yang menyebabkan suatu makhluk tidak dirundung ban­yak penyakit."

"Ia yang besifat pemarah, penden­dam, mudah tersinggung oleh ucapan yang sepele, beritikad jahat, bengis, murka, dan gusar; setelah kematian­nya ia akan terlahirkan kembali dalam apaya, duggati, vinipata, atau nira­ya. ia akan bertubuh dan berwajah buruk. Inilah perbuatan yang me­nyebabkan suatu makhluk mempu­nyai wajah dan perawakan yang bu­ruk. Sebaliknya, ia yang tidak bersifat pemarah dan pendendam, tidak mu­dah tersinggung oleh ucapan yang sepele, tidak beritikad jahat, tidak be­ngis, tidak murka, tidak gusar; setelah kematiannya, ia akan terlahirkan kem­bali di Alam Surga, ia akan mem­punyai tubuh dan wajah yang mena­rik. Inilah perbuatan yang menye­bab­kan suatu makhluk mempunyai wajah dan perawakan yang menawan."

"Ia yang cemburu, irihati terhadap keuntungan, martabat, kerhormatan, ketenaran, sanjungan , dan persem­ba­han yang diperoleh orang lain; se­telah kematiannya, ia akan terlahirkan kembali dalam apaya, duggati, vini­pata, atau niraya. Ia tentu akan men­jadi orang yang tidak berpengaruh dan berwibawa. Inilah perbuatan yang menyebabkan suatu makhluk ter­nista. Sebaliknya, ia yang tidak cemburu, tidak irihati terhadap keun­tungan, martabat, kehormatan, kete­naran, sanjungan, dan persembahan yang diperoleh orang lain; setelah kematiannya, ia akan menjadi orang yang berpengaruh, dan berwibawa. Inilah perbuatan yang menyebabkan suatu makhluk berkharisma."

"Ia yang kikir, pelit, atau tidak su­ka menyokong orang lain atau makh­luk lain, serta tidak suka menyo­kong ke­hidupan para Samana yang patut diberi persembahan; setelah ke­mati­annya ia akan terlahirkan kemba­li da­lam apaya, duggati, vinipata, atau ni­ra­ya, ia akan mengalami kesusahan dalam hal men­cukupi kebutuhan hi­dupnya. Inilah per­buatan yang me­nye­babkan suatu makhl­uk menjadi mis­kin. Sebaliknya, ia yang yang ti­dak kikir, tidak pelit, atau gemar me­nyokong orang lain atau makhluk la­in, serta gemar menyokong kehidup­an para Samana; setelah ke­ma­tian­nya, ia akan terlahirkan kembali di Alam Surga yang berlimpah dengan kemewahan, ia akan menjadi orang yang senantiasa tercukupi dengan sem­purna segala kebutuhan hidup­nya. Ini­lah perbuatan yang menye­babkan sua­tu makhluk menjadi kaya raya."

Demikianlah sebagian ulasan yang disabdakan oleh Sang Buddha kepada Pemuda Subha yang mempertanya­kan tentang ketidakadilan, ketimpan­gan, atau perbedaan yang terdapat di­antara makhluk hidup. Selain itu, di­dalam banyak bagian lain dalam Ki­tab Suci Tipitaka terdapat ulasan yang lebih spesifik tentang Karma yang diperbuat dalam kehidupan lampau, yang menjadi penyebab adanya perbedaan diantara makhluk hidup. Jadi, hanya dengan menelusuri Kar­ma yang diperbuat dalam kehidupan lampau-lah seseorang baru bisa me­nguak rahasia yang menyelimuti se­mesta ini dan dapat menatapnya sebagaimana adanya. Tanpa keyakin­an terhadap Hukum Karma dan kehi­dupan lampau, seseorang niscaya akan terkelabui oleh perhujudan kehi­dupan yang tampak secara samar-sa­mar, yang menjerumuskannya ke jalan menuju kesesatan batin.

Artikel Populer