Kamus mendefenisikan keberuntungan sebagai “memercayai bahwa apapun yang terjadi, apakah baik atau buruk, pada manusia dalam setiap peristiwa adalah karena kebetulan, takdir, dan keberuntungan.” Sang Buddha sepenuhnya menolak kepercayaan ini. Semua yang terjadi memiliki sebab atau sebab-sebab tertentu dan harus ada hubungan antara sebab dan akibatnya. Menjadi sakit, contohnya, memiliki sebab-sebab tertentu. Seseorang harus mengadakan kontak dengan bakteri dan tubuh seseorang harus cukup lemah untuk bakteri agar dapat berkembang disana. Ada hubungan pasti antara sebab (bakteri dan tubuh yang lemah) dan akibat (penyakit) karena kita tahu bahwa bakteri menyerang organisme dan menyebabkan penyakit. Tetapi tidak ada hubungan yang dapat ditemukan antara memakai potongan kertas dengan tulisan diatasnya dengan menjadi orang kaya atau lulus ujian. Buddhisme mengajarkan bahwa apapun yang terjadi, terjadi karena sebab atau sebab-sebab dan tidak bergantung pada keberuntungan, kebetulan, atau takdir. Orang-orang yang tertarik pada keberuntungan selalu mencoba untuk mendapatkan sesuatu – biasanya uang dan kekayaan yang lebih. Sang Buddha mengajarkan kita bahwa jauh lebih penting untuk mengembangkan hati dan pikiran kita sendiri. Beliau berkata;
“menjadi amat terpelajar dan terampil, terlatih dengan baik dan menggunakan tutur kata yang baik; inilah berkah utama. Menyokong ayah dan ibu, menyayangi anak dan istri, berpenghidupan sederhana; inilah berkah utama. Bermurah hati, dengan menolong sanak saudara dan tanpa cela dalam perbuatannya itulah berkah utama. Menjauhi kejahatan dan menghindari minuman keras, tekun menjaga moralitas; inilah berkah utama. Memiliki rasa hormat, rasa malu, merasa puas dan berterima kasih dan mendengarkan Dhamma yang baik, inilah berkah utama.” Sn.261-6