Dalam Tipitaka, memang tidak pernah terdapat aturan untuk merayakan hari lahir seseorang. Hal ini disebabkan karena uraian Tipitaka hanya dipusatkan pada pencapaian kesucian seseorang. Pencapaian ini tidak ada hubungannya secara langsung maupun tidak langsung dengan merayakan ataupun tidak merayakan hari lahir seseorang. Namun, dalam tradisi Buddhis yang berkembang di masyarakat, seseorang boleh saja merayakan saat ulang tahunnya. Pada saat perayaan ulang tahun, biasanya umat Buddha diarahkan untuk merenungkan berbagai perbuatan yang telah dilakukan selama ini. Ia disadarkan untuk selalu berusaha memperbaiki perilaku buruk yang sudah dikerjakan dan meningkatkan kebajikan yang sudah pernah dilakukan. Selain itu, tentu saja umat Buddha diingatkan kembali atas perjuangan seorang ibu yang menderita ketika melahirkan anaknya. Dengan perenungan atas penderitaan ibu ini diharapkan agar umat Buddha tidak menyia-nyiakan kehidupan. Ia hendaknya mengisi kehidupan dengan berbagai kebajikan melalui badan, ucapan dan juga pikiran. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dengan semakin banyak seseorang berbuat kebajikan, maka ia sesungguhnya semakin menghargai perjuangan seorang ibu ketika melahirkannya. Jadi, penghargaan atas penderitaan seorang ibu ketika melahirkan hendaknya diwujudkan dalam tindak nyata di kehidupan sehari-hari yaitu selalu dan terus berbuat kebajikan.
Tentu saja, salah satu kebajikan yang harus dilakukan pada saat seseorang berulangtahun adalah memberikan kebahagiaan kepada orangtua yang telah mengkondisikan dirinya terlahir sebagai manusia. Dengan terlahir sebagai manusia, seseorang hendaknya memanfaatkan kesempatan baik ini untuk mengembangkan kualitas batin agar menjadi orang baik dan berguna dalam masyarakat. Bahkan, kalau bisa, ia hendaknya dapat mencapai kualitas batin tertinggi dalam Agama Buddha yaitu kesucian. Dengan pencapaian kesucian, ia telah memanfaatkan kehidupannya sebagai manusia dengan sebaik-baiknya. Ia telah memberikan penghargaan tertinggi kepada orangtua, khususnya ibu yang telah melahirkannya.
Oleh karena itu, perenungan atas penderitaan seorang ibu ketika melahirkan itu hendaknya dapat dipergunakan untuk membangkitkan semangat anak agar selalu berusaha membahagiakan ibu selama hidupnya. Karena, tanpa jasa baik ibu yang melahirkan, belum tentu ia terlahir sebagai manusia yang mempunyai kesempatan mengenal serta melaksanakan Buddha Dhamma.
Jadi, merayakan ulangtahun bukanlah terlarang dalam tradisi Buddhis. Namun, pergunakanlah kesempatan yang bahagia itu untuk merenungkan berbagai hal demi meningkatkan kualitas lahir dan batin seiring dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, jika diperlukan, silahkan mengadakan perayaan ulang tahun putri tercinta. Semoga perayaan tersebut dapat memberikan kebahagiaan kepada anak tersebut dan juga keluarga maupun kerabatnya. Ajarkan pula kepadanya untuk berbuat baik di kala ulang tahun maupun hari-hari lainnya dengan mengunjungi dan melakukan kebajikan di panti jompo atau panti asuhan yatim piatu. Dengan demikian, anak tersebut dibiasakan dari kecil untuk selalu berbuat baik, minimal, para hari ulang tahun atau hari bahagianya yang lain.
Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf