Terdapat dua faktor utama pembentuk Agama Buddha. Kedua hal itu adalah Ajaran Sang Buddha yang disebut sebagai Buddha Dhamma dan tradisi yang berkembang dalam suatu masyarakat Buddhis.
Ajaran Sang Buddha membahas cara-cara untuk mengendalikan pikiran serta mengembangkan kesadaran. Mereka yang melaksanakan Ajaran Sang Buddha akan mencapai kebahagiaan di dunia, kebahagiaan setelah kehidupan ini maupun kebebasan dari kelahiran kembali. Tradisi lebih berhubungan dengan upacara ritual yang diselenggarakan oleh umat Buddha suatu daerah atau negara. Oleh karena itu, ada banyak tradisi yang berkembang dalam Agama Buddha.
Salah satu bentuk tradisi yang dijelaskan di atas adalah penggunaan arca Sang Buddha. Arca Sang Buddha dibuat setelah lama Sang Buddha wafat. Dan, karena pengaruh berbagai tradisi, arca Sang Buddha mempunyai banyak perbedaan sesuai dengan tempat arca tersebut dibuat. Arca versi Borobudur tidak sama dengan versi Tiongkok, Jepang, Thailand dsb.
Dalam konsep Buddhis, arca Sang Buddha lebih bermakna simbolik atau lambang daripada menggambarkan wujud nyata Beliau. Adapun lambang yang paling sering dipergunakan dalam membahas arca Sang Buddha adalah semangat yang tidak kenal putus asa. Makna lambang ini timbul berdasarkan pengalaman Beliau sebelum mencapai kesucian. Beliau menjalani pertapaan keras tanpa kenal putus asa selama enam tahun untuk mencapai kesucian.
Dari riwayat kehidupan Sang Buddha itulah, maka umat Buddha yang memiliki arca Sang Buddha hendaknya menjadikan riwayat hidup Beliau sebagai teladan, artinya, umat Buddha hendaknya tidak mudah menyerah menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Umat Buddha hendkanya selalu bersemangat dalam menjalani suka duka kehidupan.
Diharapkan, umat Buddha tidak menjadikan arca Sang Buddha sebagai tempat meminta. Meminta kepada arca adalah tindakan penyembah berhala. Padahal, umat Buddha bukanlah penyembah berhala. Umat Buddha menyadari bahwa segala suka duka merupakan buah perilakunya sendiri. Dengan demikian, ketika ia ingin bahagia, ia harus memperbanyak kebajikan dengan ucapan, perbuatan maupun pikiran. Jadi, umat Buddha bersujud di depan patung Sang Buddha karena tindakan itu menjadi tradisi penghormatan di India tempat Sang Buddha berasal. Hal ini telah disampaikan dengan tepat sebagai jawaban atas pertanyaan teman tersebut.
Namun lebih jauh lagi, penghormatan sesungguhnya dalam Agama Buddha bukanlah dilakukan dengan bersujud di depan arca Sang Buddha, melainkan meneladani perilaku Sang Buddha yang bersemangat dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf
Ajaran Sang Buddha membahas cara-cara untuk mengendalikan pikiran serta mengembangkan kesadaran. Mereka yang melaksanakan Ajaran Sang Buddha akan mencapai kebahagiaan di dunia, kebahagiaan setelah kehidupan ini maupun kebebasan dari kelahiran kembali. Tradisi lebih berhubungan dengan upacara ritual yang diselenggarakan oleh umat Buddha suatu daerah atau negara. Oleh karena itu, ada banyak tradisi yang berkembang dalam Agama Buddha.
Salah satu bentuk tradisi yang dijelaskan di atas adalah penggunaan arca Sang Buddha. Arca Sang Buddha dibuat setelah lama Sang Buddha wafat. Dan, karena pengaruh berbagai tradisi, arca Sang Buddha mempunyai banyak perbedaan sesuai dengan tempat arca tersebut dibuat. Arca versi Borobudur tidak sama dengan versi Tiongkok, Jepang, Thailand dsb.
Dalam konsep Buddhis, arca Sang Buddha lebih bermakna simbolik atau lambang daripada menggambarkan wujud nyata Beliau. Adapun lambang yang paling sering dipergunakan dalam membahas arca Sang Buddha adalah semangat yang tidak kenal putus asa. Makna lambang ini timbul berdasarkan pengalaman Beliau sebelum mencapai kesucian. Beliau menjalani pertapaan keras tanpa kenal putus asa selama enam tahun untuk mencapai kesucian.
Dari riwayat kehidupan Sang Buddha itulah, maka umat Buddha yang memiliki arca Sang Buddha hendaknya menjadikan riwayat hidup Beliau sebagai teladan, artinya, umat Buddha hendaknya tidak mudah menyerah menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Umat Buddha hendkanya selalu bersemangat dalam menjalani suka duka kehidupan.
Diharapkan, umat Buddha tidak menjadikan arca Sang Buddha sebagai tempat meminta. Meminta kepada arca adalah tindakan penyembah berhala. Padahal, umat Buddha bukanlah penyembah berhala. Umat Buddha menyadari bahwa segala suka duka merupakan buah perilakunya sendiri. Dengan demikian, ketika ia ingin bahagia, ia harus memperbanyak kebajikan dengan ucapan, perbuatan maupun pikiran. Jadi, umat Buddha bersujud di depan patung Sang Buddha karena tindakan itu menjadi tradisi penghormatan di India tempat Sang Buddha berasal. Hal ini telah disampaikan dengan tepat sebagai jawaban atas pertanyaan teman tersebut.
Namun lebih jauh lagi, penghormatan sesungguhnya dalam Agama Buddha bukanlah dilakukan dengan bersujud di depan arca Sang Buddha, melainkan meneladani perilaku Sang Buddha yang bersemangat dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber : Tanya Jawab Bhikkhu Uttamo.Pdf